Laporkan Masalah

Proses rekrutmen calon anggota legislatif perempuan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam pemilu 2009 di D.I. Yogyakarta :: Studi di Tingkat DPW dan Lima DPC Kabupaten-Kota

NDIBAU, Peliman, Dr. I Ketut Putra Erawan, MA

2010 | Tesis | S2 Ilmu Politik

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses rekrutmen calon anggota legislatif perempuan Partai Persatuan Pembangunan dalam pemilu legislatif 2009 di Daerah Istimewa Yogyakarta dan berusaha mengidentifikasi aspek-aspek yang menghambatnya. Proses rekrutmen terdiri dari penjaringan, penyaringan dan penetapan calon yang secara normatif berpedoman pada undang-undang pemilu dan peraturan internal partai dimana di dalamnya memuat persyaratan rekrutmen cukup ideal yang dinilai belum ramah perempuan, cenderung ‘maskulin’ yang oleh kalangan perempuan belum dapat menyesuaikan diri. Mekanisme penjaringan dan pendaftaran bakal calon secara teknis dilakukan di masing-masing tingkat kepengurusan yang ada di bawahnya. Menurut sifat dan sasaran penjaringan bakal calon dapat dikategorikan ‘tertutup’, sedangkan yang dimaksudkan ‘terbuka dan transparan’ cenderung berlangsung di struktural internal partai. Namun semua rekrutor melakukan juga upaya/kebijakan yang membuka peluang bagi kader baru/simpatisan/non struktural untuk menjadi calon. Ada kecenderungan mengefektifkan penjaringan bakal calon perempuan yang ada dalam lingkungan keluarga besar PPP. Secara umum penjaringan lebih mengarah kepada ’tokoh/figur populis dan kesediaan seorang perempuan’ untuk dicalonkan. Model penyaringan atau seleksi bakal calon sebagian besar rekrutor hanya menggunakan seleksi administrasi berpedoman pada undang-undang pemilu dan penilaian kualitatif yang berpijak pada ketentuan internal partai; dan sebagian kecil rekrutor menambahkan tes khusus dan skoring profil untuk penetapan nomor urut. Proses rekrutmen dalam hal penyaringan dan penetapan calon anggota legislatif perempuan PPP di DIY pada dasarnya memiliki kecenderungan akan adanya perhatian dan pertimbangan terhadap prinsip rekrutmen politik partisanship, meritokratik, survival dan kompartementalisme. Meskipun ada sebagian pihak rekrutor secara implisit ada kecenderungan mengabaikan beberapa indikator prinsip tersebut. Pada akhirnya secara umum dapat disimpulkan juga bahwa pendekatan rekrutmen dalam hal penyaringan dan penetapan calon perempuan lebih berorientasi kepada ’tokoh/figur yang populis dan kesediaan seorang perempuan’ untuk menjadi calon. Rekrutmen calon anggota legislatif perempuan PPP di DIY dapat dinilai masih sebatas ingin memenuhi kuota 30% perempuan. Belum ada aturan internal partai khusus mengakomodir politik perempuan. Hasil akhir rekrutmen calon anggota legislatif perempuan dinilai belum maksimal. Penyebabnya untuk sementara dapat disinyalir berasal dari faktor eksternal dan internal perempuan; yaitu: adanya dominasi laki-laki di struktural partai, sistem kaderisasi dan rekrutmen kader partai yang cenderung mandek, belum adanya peraturan internal partai khusus mengakomodir politik perempuan, keterbatasan SDM perempuan dalam partai, kurang dukungan lingkungan keluarga dan sosial, kurang percaya diri (mental belum siap), keterbatasan finansial, dan rendahnya kapabilitas.

This research aimed to explain recruitment process of female candidate for legislator in the United Development Party (PPP) in the 2009 election in Yogyakarta Special Territory and to identify its hindering aspects. Recruitment process consisted of screening, filtering and determining candidates that normatively accord to the Election Law and the party’s internal rule where it contains ideal recruitment requirement that has not easy for female candidate and tend to be masculine. In other side, female candidate have not been able to adapt to the requirement. Candidate screening and registration was undertaken in each related administrator level. According to its target, the candidate screening was categorized as closed process, while open and transparent process underwent in the party’s internal structure. However, all recruiters also took efforts to open chance for new cadre/sympathizer/non-structural to be candidate. There was tendency to intensify female candidate screening in PPP big family. In general, the screening tended toward popular figures and willingness of a woman to be selected as candidate. In the screening process, most recruiters used only administrative selection base according to the party’s internal rule and only few recruiters added special test and profile scoring to determine sequential number. Recruitment process in female candidate filtering and determination in PPP have tended toward concern and consideration on partisanship, meritocratic, survival and compartmentalism principles, although there were also some recruiters implicitly tending to ignore the principles. Eventually, in general it can be concluded that recruitment approach in filtering and determination process for female candidate have oriented to popular figures and women willingness to be selected as candidates. Recruitment process of female candidate for legislator in PPP in DIY was only to meet 30% female quota. There was no internal rule that accommodate female politic. Final result of female legislator candidate recruitment has been not maximal. It may be due to external factors and internal factors of female; that is, male dominance in party structure, discontinued forming cadre and cadre recruitment systems, no special internal rule that accommodate female politic, limited female human resource within the party, less support from family and society, less self- confidence, limited finance support and low capability.

Kata Kunci : Rekrutmen calon anggota legislatif, caleg perempuan, Recruitment of female candidate for legislator


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.