Laporkan Masalah

The Analysis of The Minimum Paid-up Capital for New BPR and Region’s Clustering for the Establishment of BPR

vitri Vidia Rizalanti, Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc.

2013 | Tesis | S2 Magister Manajemen

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) telah memberikan kontribusi besar dalam perekonomian Indonesia. Mereka adalah penggerak utama dari kegiatan ekonomi serta berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan tujuan mempercepat pengembangan UKM di Indonesia, kehadiran lembaga keuangan lokal seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sangat diperlukan. Namun demikian, saat ini BPR menghadapi banyak tantangan karena persaingan di pasar mikro sangat ketat, yaitu di antara Bank Perkreditan Rakyat, bank komersial dan lembaga keuangan lainnya. Sebuah BPR perlu beroperasi seefisien dan seefektif mungkin sehingga dapat bersaing di industri perbankan. BPR harus memperkuat ketahanan kelembagaannya dalam rangka menjadi lembaga yang sehat, kuat dan dapat dipercaya. Penguatan struktur BPR ini didukung oleh, antara lain, aspek permodalan. Modal yang cukup akan mempengaruhi jangkauan layanan BPR, dan membantu bank secara lebih efektif dalam menghadapi risiko selama \\"waktu normal\\" dan krisis. Sementara itu, modal terbatas akan menyebabkan BPR mengalami kesulitan dalam merekrut sumber daya manusia, mengembangkan sarana teknologi sistem informasi dan infrastruktur, serta beroperasi secara efisien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis modal disetor minimum untuk BPR baru, serta pengelompokan wilayah untuk pendirian BPR di D.I. Yogyakarta. Dalam melakukan analisis dimaksud, penelitian ini menggunakan analisis jalur untuk menjelaskan pola hubungan antara modal disetor, modal inti, dana pihak ketiga dan kredit. Sementara itu, metode analisa kluster digunakan untuk menghasilkan pengelompokan wilayah dalam rangka pendirian BPR baru. Ada dua faktor yang dianggap sebagai variabel dalam pengelompokan daerah dimaksud, yaitu: potensi daerah dan tingkat persaingan. Untuk analisis cluster, peneliti menggunakan hirarkis - agglomerative. Terdapat dua hasil utama dari penelitian ini. Pertama, modal disetor minimum untuk BPR baru dapat dinaikkan menjadi 1.2 – 2.4 kali dari jumlah yang berlaku saat ini apabila target ekspansi kredit BPR akan dinaikan dua kali lipat. Oleh karena itu, diusulkan bahwa modal disetor minimum untuk BPR baru di D.I. Yogyakarta ditingkatkan menjadi Rp. 2.4 - Rp. 4.5 miliar. Selain itu, dengan menggunakan analisis kluster, diperoleh kesimpulan bahwa daerah di D.I. Yogyakarta dapat dibagi menjadi dua atau tiga kelompok. Namun demikian, untuk memfasilitasi Otoritas Pengawas dalam proses perizinan dan pengawasan BPR di wilayah terkait, maka diusulkan bahwa untuk pendirian BPR di D.I. Yogyakarta hanya ada dua kelompok atau kluster.

Small and Medium Sized Enterprises (SMEs) have provide major contributions in the economy of Indonesia. They are main drivers of economic activities contributing to job creation and sustainable growth of economy. With the intention of sustaining the acceleration of the development of SMEs, the presence of local financial institution such as a rural bank is necessary. However, currently, a rural bank faces many challenges since the competition in the micro market is extremely tight among rural banks, commercial banks and other financial institution. A rural bank is required to operate as efficiently and effectively as possible so that it can compete in the banking industry. It must strengthen its institutional resilience in order to become a healthy, strong and trustworthy institution. The strengthening of the structure of rural banks is supported by, among others, capital aspect. Sufficient capital will affect the scope of the service area of rural banks, and can help banks to cope more effectively with risk during “normal times” and crises. Meanwhile, limited capital will cause rural banks to experience difficulties in recruiting human resources, developing the means of information systems technology and infrastructure, as well as operating efficiently. This study is aimed at analysing the minimum paid-up capital for new BPR, as well as region’s clustering for the establishment of BPR in D.I. Yogyakarta. To do so, this study uses path analysis in order to explain the pattern of linkages among paid-up capital, tier – 1 capital, third party fund and credit to debitur. Meanwhile, cluster analysis method is used to generate region’s clustering for the establishment of BPR in D.I. Yogyakarta. There are two factors considered to be variables to cluster the regions, which are: the potency of regions and the level of competition. For the cluster analysis, the researcher use hierarchical-agglomerative. There are mainly two results of this research. First, the minimum paid-up capital can be raised to 1.2 – 2.4 times of the current amount if the target of credit expansion of rural banks will be increased twice. Therefore, it is proposed that the minimum paid-up capital for a new rural bank in D.I. Yogyakarta is increased to Rp. 2.4 – Rp. 4.5 billion. In addition, using cluster analysis, it is obtained that the regions in D.I. Yogyakarta can be divided to two or three clusters. However, since the fewer number of clusters will facilitate Supervisory Authority in the process of licensing and supervision of rural banks in the relevant area, it is proposed that there are only two clusters in D.I. Yogyakarta.

Kata Kunci : modal disetor minimum, modal inti, dana pihak ketiga, kredit, analisa jalur, dan analisa kluster


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.