Laporkan Masalah

METAFORA DALAM WACANA PINGITAN PADA MASYARAKAT MAWASANGKA KABUPATEN BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA (SUATU TINJAUAN LINGUISTIK ANTROPOLOGIS)

ISHAK BAGEA, S.Pd. M.A., Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo

2013 | Disertasi | S3 Linguistik

Disertasi ini merupakan kajian deskriptif mengenai metafora dalam wacana pingitan pada masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Kajian ini dilakukan melalui pendekatan linguistik antropologis, yaitu mengkaji bahasa, dalam hal ini metafora dalam konteks sosial budaya. Tujuan akhir yang dicari adalah untuk melihat sistem pengetahuan dan pola pikir masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara sebagaimana tercermin dalam bahasa mereka khususnya pada metafora dalam wacana pingitan yang digunakan. Dalam disertasi ini, dilakukan beberapa cara untuk sampai pada tujuan tersebut, (1) mengiventarisasi metafora-metafora dalam wacana pingitan masyarakat Mawasangka berdasarkan aktivitas-aktivitas sosial secara umum sesuai dengan konteks pemakaiannya, (2) mengklasifikasi metafora-metafora dalam wacana pingitan pada masyarakat Mawasangka sesuai dengan jenis-jenis medan semantik metafora sesuai pembandingnya dapat ditemukan jenis metafora tumbuhan, metafora manusia, metafora tenaga, metafora binatang, metafora permukaan bumi, metafora benda mati, metafora ke-ada-an, dan metafora substansi, (3) menganalisis satuansatuan kebahasaan yang ditemukan dalam metafora wacana pingitan pada masyarakat Mawasangka. Satuan-satuan kebahasaan dalam metafora wacana pingitan meliputi satuan morfologi dapat ditemukan kata verbal, kata nominal, kata adjectival, kata ulang, kata majemuk yang berupa pokok kata, dan kata depan di, sedangkan dari segi sintaksis dapat ditemukan frase nominal, frase verbal, frase bilangan, frase keterangan, frase depan, dan dari segi klausa dapat ditemukan klausa nominal, klausa verbal, klausa bilangan, klausa depan, serta dari segi kalimat ditemukan kalimat berita, dan kalimat perintah. Kalimat perintah dapat ditemukan ada tiga jenis kalimat yaitu kalimat perintah yang sebenarnya, kalimat perintah ajakan, dan kalimat perintah larangan, sedangkan dari segi pembagian metafora dari segi sintaksis dapat ditemukan yaitu metafora nominatif, metafora komplementatif, metafora predikatif, dan metafora kalimat, (4) menganalisis fungsi-fungsi metafora wacana pingitan pada masyarakat Mawasangka dapat ditemukan, (1) metafora wacana pingitan berfungsi untuk memerinta atau memberikan arahan, (2) metafora wacana pingitan berfungsi untuk menasihati, (3) metafora wacana pingitan berfungsi untuk memintah, (4) metafora wacana pingitan berfungsi untuk menyindir atau menghaluskan kata-kata, dan (5) metafora wacana pingitan berfungsi untuk memberikan informasi dan melukiskan suatu keadaan, (5) menganalisis mengapa dalam wacana pingitan pada masyarakat Mawasangka digunakan metafora. Dapat ditemukan bahwa metafora itu, melukiskan tentang sifat-sifat gadis pingitan, sifat-sifat laki-laki, dan sifat-sifat tokoh adat pingitan dalam metafora wacana pingitan pada masyarakat Mawasangka, (6) menganalisis sistem pengetahuan, dan pola pikir yang tercermin dalam metafora wacana pingitan masyarakat Mawasangka dapat ditemukan, (1) sistem pengetahuan tentang wujud tertinggi (mpuu), (2) sistem pengetahuan tentang tumbuhan, (3) sistem pengetahuan tentang binatang, (4) sistem pengetahuan tentang manusia, (5) sistem pengetahuan tentang benar dan salah, (6) sistem pengetahuan tentang sopan santun. Pola pikir yang tercermin dalam metafora wacana pingitan masyarakat Mawasangka dapat ditemukan, (1) masyarakat Mawasangka mempunyai pola relasirelasi masyarakat Mawasangka dengan wujud tertinggi (mpuu), masyarakat Mawasangka dengan manusia lain, masyarakat Mawasangka dengan mahluk halus, masyarakat Mawasangka dengan binatang, masyarakat Mawasangka dengan tumbuhan, masyarakat Mawasangka dengan benda-benda, dan masyarakat Mawasangka dengan gejala alam, (2) masyarakat Mawasangka mempunyai klasifikasi-klasifikasi masyarakat Mawasangka selalu berhubungan dengan wujud tertinggu (Tuhan), alam, dan leluhur. Oleh karena itu, metafora dalam wacana pingitan pada masyarakat Mawasangka Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sesuatu yang diterima dan dipakai sebagai pedoman, sebagaimana diterima dari masyarakatnya untuk melakukan hubungan dengan wujud tertinggi, leluhur dan alam sekitarnya agar tetap terjalin keharmonisan dalam dunianya. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi yang dilekatkan oleh nenek moyang sangat kuat sehingga pandangan-pandangan yang ada dalam dunianya masih bersifat tradisional

This dissertation is a descriptive study about metaphor in Pingitan discourse on Mawasangka’s society, Buton regency of South East Sulawesi. This study was conducted by using anthropologic linguistics approach, which studyies language of metaphor in cultural social context. The final aims of this study are to know the knowledge system and way of thinking of Mawasangka’s society, Buton regency of South East Sulawesi as reflected in their language, particularly language on metaphor in Pingitan discourse used. This dissertation, implemented some ways to reach the aims, namely, (1) to inveterate metaphors in Pingitan discourse on Mawasangka’s society based on general social activities suitable to the context of using it, (2) to classify metaphors in Pingitan discourse on Mawasangka’s society based on metaphor types related to metaphor semantic field types and its comparison that can be found the types of flora metaphor, human metaphor, energetic metaphor, fauna metaphor, terrestrial metaphor, object metaphor, being metaphor, and substance metaphor, (3) to analyze lingual units found in metaphors of Pingitan discourse on Mawasangka’s society. The lingual units in Pingitan discourse metaphor involve morphological aspects, such as verbs, nouns, adjectives, morphological aspects of such as, reduplication, compound word in word main form, preposition of di, while in syntactical aspect found nominal phrase, verbal phrase, numeral phrase, adverbial phrase, and prepositional phrase, and in clause aspect can be found the nominal, verbal, numeral, and prepositional clauses, and in sentence types found informative and imperative sentences. The imperative sentence consists of three sentence types, namely true imperative sentence, invitation imperative sentence, and forbidden imperative sentence, while the metaphor types in syntactical aspects found nominative, complement, predicative, and sentence metaphors, (4) to analyze metaphor functions in Pingitan discourse on Mawasangka’s society and found that (1) metaphor in Pingitan discourse aims at leading or giving suggestion, (2) metaphor in Pingitan discourse aims at advising, (3) metaphor in Pingitan discourse aims at asking, (4) metaphor in Pingitan discourse aims at teasing or softening the words, and (5) metaphor in Pingitan discourse aims at giving information and drawing the situation, (5) to analyze why in the discourse of pingitan among the society of Mawasangka is used metaphor. It is found that those metaphor describe about the characteristics of the pingitan girls, characteristics of the men, and the characteristics of the leader of pingitan rites the metaphor of pingitan discourses among the Mawasangka society, (6) to analyze the knowledge system, and the way of thinking reflected in metaphor of Pingitan discourse on Mawasangka society and can be found, (1) knowledge system of highest object (mpuu), (2) knowledge system of flora, (3) knowledge system of fauna, (4) knowledge system of human, (5) knowledge system of right and wrong, and (6) knowledge system of respectful. In addition, the way of thinking reflected in Pingitan discourse metaphor on Mawasangka’s society can be found, (1) Mawasangka’s society has society relation patterns with highest object (mpuu), Mawasangka’s society with other human, Mawasangka’s society with the ghost, Mawasangka’s society with fauna, Mawasangka’s society with flora, Mawasangka’s society with the goods, Mawasangka’s society with environmental symptoms, and (2) Mawasangka’s society has society classifications, in which Mawasangka’s society is always connected to highest object (God), environment, and ancestors. Therefore, metaphor in Pingitan discourse on Mawasangka’s society, Buton regency of South East Sulawesi constitutes a ceremony that must be received and implemented as orientation, as it is received by its society to do relationship with the highest object, ancestors, and surrounding environment in order to create the harmony with its world. It shows that the tradition which is inherited by the ancestors is very strong, so all views related to its world are still traditional.

Kata Kunci : metafora, bahasa, budaya, pingitan, dan Mawasangka


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.