Laporkan Masalah

KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

JANUARI SIHOTANG, Bapak Andy Omara, S.H.M.Pub & Int. Law

2012 | Tesis | S2 Ilmu Hukum

Tujuan penelitian ini adalah, pertama, untuk mengetahui kedudukan Ketetapan MPR dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Kedua, untuk mengetahui alasan-alasan memasukkan Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 dan ketiga, untuk menganalisis implikasi yuridis kedudukan Ketetapan MPR terhadap sistem perundang-undangan di Indonesia. Proses penelitian ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan atau studi literatur untuk mendapatkan data sekunder. Kemudian, data penelitian dianalisis secara kualitatif sesuai dengan permasalahan dan berdasarkan kerangka teori yang ada. Proses analisis dilakukan dengan terlebih dahulu mengklasifikasikan data melalui inventarisasi ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kedudukan Ketetapan MPR dalam sistem peraturan perundang-undangan dan dikomparasikan dengan teori yang relevan terhadap objek yang diteliti. Setelah itu, hasil klasifikasi data disistematisasikan untuk selanjutnya hasil analisisnya menjadi dasar dalam mengambil kesimpulan dan saran. Hasil penelitian ini menunjukkan, pertama, kedudukan Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak berubah, selalu berada setingkat di bawah UUD 1945 dan setingkat di atas UU walaupun pada saat berlakunya UU Nomor 10 Tahun 2004 pernah dihapuskan dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Kedua, alasan-alasan memasukkan Ketetapan MPR dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 adalah sebagai upaya untuk memberikan payung hukum bagi pelaksanaan Ketetapan MPR/S yang masih berlaku yakni Ketetapan MPR/S yang tergabung dalam Pasal 2 dan pasal 4 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003. Dan ketiga, pencantuman Ketetapan MPR dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan setidaknya menimbulkan empat implikasi yuridis, yakni, perlu adanya mekanisme judicial review Ketetapan MPR terhadap UUD NRI Tahun 1945, perlu adanya mekanisme judicial review peraturan perundang-undangan di bawah Ketetapan MPR terhadap Ketetapan MPR, perlu adanya upaya sinkronisasi peraturan perundang-undnagan terutama sinkronisasi antara UU terhadap Ketetapan MPR sejak proses pembentukan UU serta adanya potensi pembentukan Ketetapan MPR yang bersifat regeling di masa depan.

The purpose of this study are, First, to determine the position of People Consultative Assembly Stipulation (Ketetapan MPR) within Indonesia statutory legal system. Second, to discover the reasons to include Ketetapan MPR into statutory hierarchy based on UU No.12/ 2011 (Act No. 12/ 2011) and Third, to analyse the juridical implications of the Ketetapan MPR ruling position within Indonesia statutory legal system. The research process is conducted through library research or literature studies to obtain secondary data. Then, the data were analysed using qualitative research in accordance to the problems and based on the existing theoritical framework. Analysis process conducted by data classification through regulation compilation related to Ketetapan MPR position within statutory legal system and by comparation to relevant theories. After that, data classification result were systematically compiled fo further analysis. The analysis result used as basis for conclusions and suggestions. The research result shows that, first, the Ketetapan MPR position within statutory legal hierarchy does not change, it’s always a level below the Constitution while a level above the UU (Act). Although during enactement period of UU No. 10/2004, MPR resolution was revoked from statutory legal hierarchy. Second, the reasons to re-include MPR Resolution within statutory legal hierarchy through UU No. 12/2011 are to provide legal basis for the implementation of several important Ketetapan MPR such as Ketetapan MPR/S (temporary MPR) compiled in Article 2 and Article 4 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003. Third, the re-inclusion Ketetapan MPR within statutory legal hierarchy poses at least four juridical implications, such as, the neccesity of constitutional review to Ketetapan MPR, the neccesity of judicial review the statutory below Ketetapan MPR towards Ketetapan MPR, the neccesity of statutory synchronisation, especially between UU (Act) and Ketetapan MPR at the early period of legislation since there is potential that Ketetapan MPR could be a regeling (generally binding such as an Act) in the future.

Kata Kunci : kedudukan, judicial review, implikasi yuridis


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.