Laporkan Masalah

Morfologi bahasa Madura dialek Sumenep

SOFYAN, Akhmad, Promotor Dr. Ida Rochani Adi, S.U., M.A

2009 | Disertasi |

Kajian-kajian terhadap bahasa Madura yang dilakukan selama ini hanya berisi deskripsi umum dan tidak mencakup bagian-bagian yang unik dan problematis, sehingga tidak dapat menyelesaikan sistem gramatika bahasa Madura. Sistem gramatika bahasa Madura yang belum dideskripsikan secara tuntas dan jelas adalah subsistem morfologi. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan sistem kelas kata dan sistem pembentukan kata—yang meliputi: afiksasi, reduplikasi, dan komposisi—dalam bahasa Madura dialek Sumenep. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dilengkapi dengan metode simak. Setelah terkumpul, data diverifikasi, diseleksi, diklasifikasi, dan ditabulasi; kemudian dianalisis dengan metode distribusional. Hasil analisis kelas kata dalam bahasa Madura adalah sebagai berikut. Verba imperatif tidak dapat dituturkan dalam bentuk pasif sehingga dikategorikan sebagai verba anti-pasif, sedangkan verba dwitransitif lebih sering dituturkan dalam bentuk pasif. Penggunaan ajektiva bentuk kompleks adalah: (1) untuk tingkat komparatif: a-+D+-an, (2) untuk tingkat superlatif: R+D+-an, (3) untuk tingkat eksesif: jhâ’+D+-na, dan (4) untuk ketidakwajaran: R+ma-+D. Adverbia di samping berupa kata, juga dapat berupa afiks (-a ‘akan’, a-an ‘lebih...’, jhâ’-na ‘alangkah’, dan ka-an ‘terlalu’) dan reduplikasi yang berkombinasi dengan afiksasi (R+-an ‘paling…’ dan R+ma- ‘berlagak, purapura’). Nominalisasi dalam bahasa Madura dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yakni: (1) afiksasi, (2) reduplikasi, dan (3) penambahan partikel sè. Pronomina persona tidak dapat dijadikan klitika, sehingga konstruksi pasif dalam bahasa Madura adalah: Aspek+Peran+Agen. Pronomina penanya yang dirangkaikan dengan sufiks –an digunakan untuk menanyakan perbuatan pada ‘satu peristiwa’, sedangkan bila diikuti bhâi digunakan untuk ‘beberapa peristiwa’. Penggunaan pronomina penunjuk untuk benda atau tempat yang jauh dibedakan berdasarkan jaraknya dengan lawan tutur; yakni jârèya ‘itu’ dan jâdiyâ ‘di situ’ bila yang ditunjuk dekat dengan lawan tutur, sedangkan bila jauh dari lawan tutur (dan penutur) menggunakan rowa ‘itu’ dan dissa’ ‘di sana’. Numeralia kolektif atau jumlah benda tidak dapat mendahului nomina yang diterangkan; tidak berkonstruksi *ka-+Numeralia+Nomina, tetapi berkonstruksi Nomina+sè+Numeralia. Preposisi sajjhegghâ walaupun bermakna ‘sejak’, tetapi hanya digunakan untuk menandai hubungan perubahan keadaan. Kata yang paling sering digunakan sebagai konjungsi subordinatif syarat, pengandaian, dan penjelasan adalah mon ‘kalau’. Penanda fatis yang digunakan dalam tuturan dapat berupa: (1) partikel, (2) kata fatis, (3) pengulangan kata atau partikel, (4) penambahan bunyi glottal pada akhir kata, dan (5) penggunaan afiks. Hasil analisis pembentukan kata adalah sebagai berikut. Morfofonemis yang terjadi dalam bahasa Madura dapat dibagi menjadi lima kelompok, yakni: (1) peluluhan fonem awal bentuk dasar, (2) peluluhan fonem awal bentuk dasar yang disertai dengan perubahan vokal, (3) asimilasi progresif, (4) pemunculan bunyi pelancar dan glotal, dan (5) geminasi atau perangkapan konsonan. Prefiks pembentuk verba aktif, yakni: N-, a-, ma-, dan nga-; prefix pembentuk verba pasif: è-, èka-, dan èpa-; prefiks pembentuk verba anti-pasif: padan ka-; prefiks pembentuk verba anti-aktif: ta-. Prefiks yang bernosi kausatif adalah ma-, èpa-, dan èka- (yang bergabung dengan verba asal), sedangkan yang bernosi imperatif adalah ka- dan pa-. Sufiks –a dan –na penggunaannya sangat produktif dan tidak dapat dilesapkan; sufiks –a berfungsi sebagai adverbia penanda aspek dengan nosi ‘akan’, sedangkan sufiks –na berfungsi sebagai nomina dengan nosi posesif dan cara atau keadaan. Sufiks –è dan –aghi berfungsi sebagai pembentuk imperatif. Konfiks pembentuk verba aktif antara lain: N-è, N-ana, N-aghi, a-è, a-ana, a-an, a-aghi, ma-è, ma-ana, ma-an, ma-aghi, nga-è, nga-ana, dan nga-aghi; pembentuk verba pasif: è-è, è-ana, è-aghi, èka-è, èka-ana, èka-aghi, èpa-an, èpaè, dan èpa-aghi; pembentuk verba anti-pasif: ka-è, ka-aghi, pa-è, dan pa-aghi; pembentuk verba anti-aktif: ka-an; pembentuk nomina: pa-an, par-an, dan pa-na; serta pembentuk adverbia: jhâ’-na, sa-an, dan sa-na. Dalam bahasa Madura terdapat konfiks pembentuk verba pasif yang merupakan bentuk pasif dari dua buah konfiks pembentuk verba aktif , yakni: è-è, è-ana, dan è-aghi. Bentuk reduplikasi dalam bahasa Madura adalah reduplikasi suku akhir, sehingga konstruksinya: R+D, R+{N-}+D+(sufiks), atau Prefiks+R+D+(sufiks). Reduplikasi dalam bahasa Madura ada yang mempunyai fungsi yang berbeda dengan bentuk dasarnya. Komposisi dapat dibedakan atas: komposisi koordinatif dan komposisi subordinatif. Komposisi koordinatif umumnya bersifat non-idiomatis, sedangkan komposisi subordinatif umumnya bersifat idiomatis. Komposisi koordinatif umumnya mempunyai arti lebih luas dan eklektif, sedangkan komposisi subordinatif umumnya mempunyai arti lebih khusus.

Studies on Madura language which is carried out so far just consist of general description and does not cover some unique problems. That is why they cannot cope with the grammatical problems of Madura language especially on morphological sub system. The goals of the current study is to elaborate word class system and wordformation system which include affixation, reduplication, and composition in Madura language, Sumenep dialect. Data is obtained by conducting interviews supported by listening method. Collected data are verified, selected, classified, and tabulated before they are analyzed using distributional method. The results of the word class studies in Madura language are as follows: imperative verbs cannot be used as passive forms (passive voice) so that they are categorized as anti-passive, but double transitive verbs are often used as passive voice. The use of complex adjective: (1) for comparative degree: a-+D+-an, (2) for superlative degree: R+D+-an, (3) for excessive degree: jhâ’+D+-na, and (4) for unnatural/unusual: R+ma-+D. Adverbs can be a word and affix (-a ‘will’, a-an ‘more…’ jhâ’-na ‘alangkah’, and ka-an ‘too’) and reduplication which is combined with affix (R+-an ‘the most…’ and R+ma- pretend). Nominalization in Madura language can be grouped into (1) affixation, (2) reduplication, (3) particle addition sè. Personal pronoun cannot be changed into clitic so that the passive form in Madura language is Aspect+Role+Agent. Questions which are combined with -an suffix is used to question one event while if they are followed with bhâi is used to ask more than one event. The use of demonstrative pronoun (close or distance) is differentiated by looking at the distance of the interlocutors. They are jâr èya ‘that’ and j âdiyâ ‘here’ are used when the thing appointed is close to the interlocutor. If the thing appointed is far from the interlocutor rowa ‘that’ and dissa’ ‘over there’. Numbers of things cannot precede nominal which is explained; the formula not *ka- +Numeral+Nominal, but Nominal+sè+Numeral. Sajjhegghâ proposition, though it means since, it is only used to indicate/ mark the relation of the changing of situation. The most frequent word used as subordinate conjunctive, supposition, and explanation is mon ‘if’. Phatic markers used in utterances are : (1) particle, (2) phatic word, (3) word or particle repetition, (4) glottal sound in the final word, and (5) the use of affixes. The results of forming word (word construction) are that morphophonemic in Madura language can be divided into (1) phonemic assimilation in the stem, (2) phonemic assimilation in the stem which followed by the vowels changing, (3) progressive assimilation, (4) gliding sound and glottal and (5) double consonant. Prefixes which are used for forming active verbs are N-, a-, ma, and nga-; for active verbs: è-, èka-, and èpa-; for anti-passive verbs are pa- and ka-; and for anti-active is ta-. The causative prefix is ma-, èpa-, èka- (which are connected to original verb), while the imperative affixes are ka- and pa-. The uses of suffixes –a and –na are very productive; suffix –a functions as adverbial marker ‘will’ while suffix –na functions as possessive nominal, manner, and situation. Suffix – è and –aghi functions as an imperative marker. Among the confixes of active verb are N-è, N-ana, N-aghi, a-è, a-ana, aan, a-aghi, ma-è, ma-ana, ma-an, ma-aghi, nga-è, nga-ana, and nga-aghi; passive verbs are: è-è, è-ana, è-aghi, èka-è, èka-ana, èka-aghi, èpa-an, èpa-è, and èpa-aghi; for anti-passive verbs: ka-è, ka-aghi, pa-è, and pa-aghi; for anti-active verb: ka-an; nominal: pa-an, par-an, and pa-na; adverbial: jhâ’-na, sa-an, and sa-na. Madura language has passive constructed verbs which are the passive forms of the active constructed verbs: è- è, è-ana, and è-aghi. The reduplication in Madura language is the final syllable reduplication, the construction is R+D, R+{N-}+D+(Suffix) or Prefix+R+D+(Suffix). There is a reduplication in Madura language which is different from its stem. The composition can be categorized as coordinative and sub coordinative composition. In general, coordinative composition is non-idiomatic while sub coordinative one is idiomatic. Generally speaking, coordinative composition has a wider meaning and more effective, while sub coordinative has more specific meaning.

Kata Kunci : Proses morfologis,Kelas kata,Pembentukan kata,Morfem,Morfofonemis,morphological prosess, word classes, word formation, morphem, and morphophonemic


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.