Laporkan Masalah

Agama dan Kedaulatan Pangan: Memaknai Ulang Praktik Pertanian serta Hubungan antara Manusia dan Lingkungan (Studi Kasus Masyarakat Ciptagelar, Sukabumi, Jawa Barat)

ASEP SAEPUDIN S, Dr. Samsul Maarif

2018 | Tesis | S2 Agama dan Lintas Budaya

Tesis ini disusun untuk mengetahui relasi antara kedaulatan pangan dengan agama. Hal ini dilatabelakangi oleh kenyataan bahwa sejak digagasnya konsep kedaulatan pangan, praktik-praktik pertanian tradisional (traditional ecological knowledge/TEK) mendapat ajang pentasnya. Dalam hal ini, TEK yang mencakup dimensi kepercayaan serta relasi antarmakhluk memiliki beragam praktik, termasuk ritual maupun tabu. Salah satu kelompok masyarakat yang mempraktikkan TEK di dalam pertanian mereka adalah masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi, Jawa Barat. Mereka masih mempertahankan bentuk sawah tadah hujan atau huma, di samping sawah biasa; tidak menggunakan peralatan pertanian modern; melakukan ritual pada proses pertaniannya; juga tabu untuk menjual beras. Hingga kini, mereka berhasil memproduksi beras sebagai makanan pokoknya, sekaligus mengendalikan distribusi dan konsumsinya. Sekalian praktik TEK tersebut, di dalam beragam kajian akademik, sering disebut sebagai kearifan lokal atau budaya yang tak jarang dianggap menyimpang bahkan dipertentangkan dengan agama. Namun apakah betul hal tersebut bertentangan dengan atau bukan bagian dari ekspresi keagamaan? Untuk itu, menelisik relasi antara praktik-praktik pertanian tradisional dengan agama serta terwujudnya kedaulatan pangan menjadi menarik untuk dilakukan. Ada 3 pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini, yakni (1) Bagaimana kedaulatan pangan, khususnya padi sebagai pangan pokok, yang dikembangkan di tengah-tengah komunitas masyarakat Kasepuhan Ciptagelar? (2) Bagaimana pandangan dunia (world view) masyarakat kasepuhan yang mendasari praktik pertanian mereka? serta (3) bagaimana relasi antara kedaulatan pangan dengan agama bagi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, pembahasan mengenai kedaulatan pangan dan indikator-indikatornya pada subjek kajian akan dilakukan pertama kali. Kemudian, kajian mengenai agama akan dilakukan. Kajian ini akan membawa kita pada paradigma agama lokal (indigenous religion). Paradigma agama ini dipilih sebab paradigma agama dunia yang umum digunakan tidak dapat diaplikasikan di dalam memahami fenomena yang didapat di lapangan. Berdasarkan hasil riset di lapangan, didapatkan data bahwa masyarakat Ciptagelar tidak memahami alam sebagai subordinasi dari manusia sebagaimana halnya yang didapati pada paradigma agama dunia. Begitu pula, relasi yang hadir senantiasa menuju pada pancer atau keselarasan kosmos. Hal ini sebagaimana tergambar dalam kesadaran kolektif mereka sebagai pancer pangawinan. Dalam konteks yang demikian itu, agama dipahami sebagai cara berelasi dengan seluruh wujud dalam konstruksi yang penuh tanggung jawab, saling berbagi dan menghormati untuk mewujudkan keselamatan kosmos. Dengan demikian, praktik pertanian yang mereka lakukan adalah sebuah bentuk keagamaan, di mana hal ini terkait erat dengan kedaulatan pangan. Dalam kajian ini, memahami relasi antarwujud menjadi suatu hal yang sangat penting.

This thesis organized to explore a deep relation between food sovereignty and religion. This is based on the fact that since the concept of food sovereignty is implemented, then agricultural practices of traditional ecological knowledge (TEK) gets its opportunity. This conceptual framework, TEK, covered also community's belief and the relation of living being which is expressed practically through various practices, such as rituals and also taboo. One of community practicing TEK is Kasepuhan Ciptagelar located in Sukabumi, West Java. They are perpetually maintaining the shape of rain field or huma together with normal field. Indeed, they were not using modern machine either for farming, planting or cooking. Customarily, they conducting religious ritual for farming and consider selling rice as taboo. Nowadays, they were producing their own food and controlling the distribution and consumption independently. The idea about traditional ecological knowledge as practiced by communities and called as culture, tradition, or any ideas of local values, on academic studies, to meet ecological and political need considered as religiously in contrary. However, does the practices are motivated by politics and economic passion or as religious expression? (1) How does the food sovereignty, especially rice as a staple food, developed in Kasepuhan Ciptagelar community? (2) How is worldview of the kasepuhan community that is the basis of their agricultural practice? (3) How is the relation between religion and food sovereignty? To explain these queries, the discussion of food sovereignty and its indicators on the subject of the study will be unpacked first. Then, the discussion on religion would be conducted. The discussion on religion would lead us to indegenous religion paradigm. The paradigm applied since world religion paradigm is incompatible to understand the phenomena in the field. Based on the field research, Ciptagelar community understood nature as source of living being and away from the idea of human subordination that is character of world religion paradigm. This relation involves spiritual relation in the interdependency or interconnection where all of them are connected and maintaining the existence. The relation established is one significant thing, equilibrium relation of cosmos. This could be seen from their collective awareness as pancer pangawinan, meaning a group of community perpetually seeking for equilibrium relation of cosmos. Within this context, religion understood as relational way, meaning all of living being in this universe are connected through responsible relation, respecting each other and implementing equilibrium relation of cosmos. Therefore, their traditional farming is part of traditional ecological knowledge and as religious practice connected with food sovereignty. In this study, understanding of interpersonal relation concept is important thing.

Kata Kunci : indigenous religion, relasi interpersonal, kearifan lokal, agama, kedaulatan pangan, agama leluhur

  1. S2-2018-389532-abstract.pdf  
  2. S2-2018-389532-bibliography.pdf  
  3. S2-2018-389532-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2018-389532-title.pdf