Laporkan Masalah

Implementasi Pasal 36 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Pada Arsitek Yang Menghasilkan Karya Arsitektur Di Yogyakarta

HUSNI MUHAMMAD F, Hariyanto, S.H.,M.Kn.

2018 | Skripsi | S1 ILMU HUKUM

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi dari Pasal 36 Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta pada Arsitek yang Menghasilkan Karya Arsitektur di Yogyakarta, penelitian ini membahas mengenai suatu karya arsitektur yang dibuat berdasarkan kontrak kerja antara arsitek dengan pengguna jasa yang menyebabkan tidak jelasnya kepemilikan hak cipta atas karya arsitektur tersebut dan apakah hak cipta tersebut dapat dialihkan seluruhnya ataupun sebagian kepada pengguna jasa. Penulisan hukum ini dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan secara normatif-empiris. Data untuk menyelesaikan penelitian ini merupakan gabungan dari metode kepustakaan yang bertujuan untuk memperoleh data sekunder di bidang hukum dengan cara menelaah peraturan terkait, khususnya UU Hak Cipta, UU Arsitek, UU Jasa Konstruksi, peraturan perundang-undangan serta literatur hukum lainnya. Penelitian empiris yang bertujuan untuk menunjang data kepustakaan tersebut dilakukan dengan cara wawancara terhadap responden yaitu beberapa Arsitek di Yogyakarta serta narasumber yaitu karyawan Pelayanan Hukum Umum dan Kekayaan Intelektual Kanwil Kementerian Hukum dan HAM DIY. Berdasarkan hasil dari penelitian ini yaitu Pertama, dalam pelaksanaannya UU Hak Cipta memperbolehkan untuk arsitek maupun pengguna jasa mengatur mengenai kepemilikan hak cipta ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 36 UU Hak Cipta. Hal tersebut tidak sepenuhnya bisa diimplementasikan secara bebas karena Arsitek memiliki aturan tersendiri dalam membuat kontrak dengan pengguna jasa dan memiliki kode etik tertentu yang menyebabkan secara tidak langsung kepemilikan hak cipta seluruhnya tetap berada pada arsitek bukan pengguna jasa. Kedua, hambatan yang dialami arsitek dalam mengimplementasikannya yaitu karena adanya aturan baku yang diterbitkan oleh IAI mengenai pengaturan kepemilikan hak-hak yang terkandung dalam suatu karya arsitektur, arsitek juga tidak pernah mencatatkan karya arsitekturnya dikarenakan : 1) arsitek tidak mengerti cara mencatatkannya, 2) arsitek merasa biaya untuk pencatatan terlalu mahal, 3) bagi arsitek yang mengetahui caranya namun tetap enggan mencatatkan karena dirasakan prosedur untuk pencatatan sangat sulit. Dari kendala di atas dilanjutkan pembahasan mengenai upaya penyelesaiannya yaitu memperluas kewenangan Badan Ekonomi Kreatif agar bisa membantu arsitek untuk melakukan pencatatan karya cipta dan membantu sosialisasi agar arsitek lebih memahami urgensi pencatatan karya arsitektur.

The purpose of this research is to determine the implementation of article 36 of Act Number 28 year 2014 about Copyright at Architect that produce Architectural Works in Yogyakarta, this reasearch discusses an architectural works that is made based on the agreement between architect and user causing unclear ownership the copyright to the work of the architecture and whether the copyright may be transferred wholly or partially to the user. This legal writing is based on normative-empirical research. The data to complete this research is a combination of literature methods that aims to obtain secondary data by reviewing the relevant regulations, in particulary the Copyright law, the Architecture Law, the Construction Act, the other legislation and other legal literatur. Empirical research that aims to support literature data is done by interviewing respondents are some architects in Yogyakarta and the speakers are employees of Public Legal Services and Intellectual Property Office of the Ministry of Law and Human Rights DIY. Based on the results of this researcht First, in the implementation of the Copyright Act allows for architects and users regulate the ownership of copyright provisions contained in Article 36 Copyright Act. It can not be implemented because Architects have their own rules in making contracts with user and have a certain code of ethics that indirectly causes ownership of copyright to remain in the architects rather than the users. Second, the obstacle experienced by the architect in implementing it is because of the standard rules issued by IAI regarding the ownership of rights contained in a work of architecture, the architect never recorded his architectural works because: 1) the architect does not understand how to record it, 2) the architect feel the cost for listing it too expensive, 3) for architect who know how to listing it but still reluctant to record because perceived procedure for recording it is very difficult. Based on that problems will be discussed about effort to solve it. That is extending the authority of Creative Economy Agency to be able to help architects to dot he recording work of architecture and socialization to help architects understand the urgency of recording architectural works.

Kata Kunci : Kontrak, Hak Cipta, Karya Arsitektur


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.