Laporkan Masalah

KANDUNGAN ASAM FITAT DAN PROTEIN TERLARUT TEMPE KEDELAI KUNING (Glycine max L.) BERBAGAI VARIETAS DAN KEDELAI HITAM (Glycine soja L.)

ARUM WIDYASTUTI P, Zaki Utama, STP, MP; Dr. Andriati Ningrum, STP, M.Agr

2018 | Skripsi | S1 TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati. Namun, kedelai mengandung senyawa antigizi berupa asam fitat yang dapat menurunkan kelarutan protein. Pembuatan tempe dapat mengurangi kadar asam fitat. Umumnya, tempe Indonesia terbuat dari kedelai kuning impor. Sementara itu, Indonesia memiliki kedelai kuning varietas unggul seperti Grobogan dan Anjasmoro, serta kedelai hitam yang produksinya tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan asam fitat dan protein terlarut pada tempe kedelai kuning Anjasmoro, kedelai kuning Grobogan, kedelai kuning impor dan kedelai hitam. Metode pembuatan tempe dilakukan secara basah. Berikutnya, dianalisis kadar asam fitat dan protein terlarut selama 0, 24, 48 dan 72 jam fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kadar asam fitat dan peningkatan protein terlarut tertinggi yaitu ketika fermentasi menuju ke 48 jam. Kadar asam fitat tempe pada fermentasi ke 48 jam dari terendah hingga tertinggi yaitu kedelai kuning impor 0,23±0,01%; kedelai kuning Grobogan 0,33±0,01%; kedelai hitam 0.44±0,01% dan kedelai kuning Anjasmoro 0,48±0,01%. Sementara kadar protein terlarut tempe dari terendah hingga tertinggi pada fermentasi ke 48 jam yaitu kedelai kuning impor 4,07±0,04%; kedelai kuning Anjasmoro 4,26±0,06%; kedelai kuning Grobogan 4,51±0,05% dan kedelai hitam 5,16±0,08%. Selama fermentasi, diperolah korelasi berbanding terbalik menggunakan uji korelasi Pearson 2-tailed (p< 0,01) antara kadar asam fitat dan protein terlarut dengan nilai kedelai kuning Anjasmoro -0,987; kedelai kuning Grobogan -0,970; kedelai kuning impor -0,972 dan kedelai hitam -0,996. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan tempe di Indonesia terkait kadar asam fitat dan protein terlarut.

Soybean is one source of vegetable protein. However, soybean contains an antinutrition compounds such as phytic acid which reduce protein solubility. Tempeh making can reduce phytic acid level. Generally, Indonesian tempeh made by imported yellow soybean. Meanwhile, Indonesia has superior yellow soybean varieties such as Grobogan and Anjasmoro, also black soybean whose high production. Therefore, this study aims to determine the phytic acid and soluble protein content of tempeh from Anjasmoro yellow soybean, Grobogan yellow soybean, imported yellow soybean and black soybean. Tempeh making done by wet methods. Afterward, we analyzed phytic acid and soluble protein for 0, 24, 48 and 72 hours fermentation. The results showed that the highest phytic acid decreasing and soluble protein increasing were fermentation road to 48 hours. The tempeh's phytic acid levels on 48 hours from the lowest to the highest respectively, imported yellow soybean 0,23±0,01%; Grobogan yellow soybean 0,33±0,01%; black soybean 0,44±0,01% and Anjasmoro yellow soybean 0,48±0,01%. Meanwhile, the tempeh's soluble protein levels on 48 hours fermentation from the lowest to the highest respectively, imported yellow soybean 4,07±0,04%; Anjasmoro yellow soybean 4,26±0,06%; Grobogan yellow soybean 4,51±0,05% and black soybean 5,16±0,08%. During fermentation, the correlation was inversely proportional to a 2-tailed Pearson correlation test (p< 0,01) between phytic acid and soluble protein levels with value of Anjasmoro yellow soybean -0,987; Grobogan yellow soybean -0,970; imported yellow soybean -0,972 and black soybeans -0,996. The results of this research can be used for developing tempeh in Indonesia relating to phytic acid and soluble protein.

Kata Kunci : kedelai kuning, kedelai hitam, tempe, asam fitat, protein terlarut


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.