Laporkan Masalah

Gemar Membaca Terampil Menulis: Transformasi Gerakan Komunitas Literasi di Indonesia

LUKMAN SOLIHIN, Prof. Dr. Irwan Abdullah, M.A.

2018 | Tesis | S2 ILMU ANTROPOLOGI

Gerakan komunitas literasi menjadi tren dewasa ini ditandai oleh maraknya Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Pustaka Bergerak, dan Perpustakaan Jalanan yang menyediakan akses bacaan untuk masyarakat. Usaha mereka diapresiasi oleh Presiden Joko Widodo dengan mengundang mereka ke Istana Merdeka pada Hari Pendidikan, 2 Mei 2017. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa pemerintah memberlakukan pustaka bebas bea (free cargo literacy) setiap tanggal 17 ke seluruh TBM dan Pustaka Bergerak melalui PT POS. Kecuali itu, pada 14 September 2017, presiden juga mengumumkan peruntukan dana desa sebagian dialokasikan untuk membangun perpustakaan desa. Dua kebijakan literasi itu diharapkan mampu menyokong persebaran buku, meningkatkan jumlah perpustakaan rakyat, dan meningkatkan budaya baca masyarakat. Di luar tren menyediakan akses bacaan gratis untuk masyarakat, terdapat perkembangan baru di mana beberapa komunitas literasi tidak hanya menjadi tempat membaca dan mendiskusikan bacaan, melainkan juga memproduksi bacaan dan menjadi tempat bagi munculnya penulis. Tesis ini dimaksudkan untuk mendiskusikan transformasi gerakan komunitas literasi itu dengan menelaah tiga persoalan. Pertama, melakukan kajian historis untuk memahami konteks gerakan literasi sejak era kolonial. Kedua, menelaah siasat gerakan komunitas literasi dewasa ini dengan mengambil kasus komunitas Indonesia Boekoe. Ketiga, memahami faktor-faktor yang memungkinkan transformasi gerakan literasi, sekaligus mendiskusikan dampaknya. Dari telaah historis disimpulkan bahwa gerakan komunitas literasi sejak era kolonial telah menjadi ladang aktivisme, yaitu wahana untuk mempraktikkan sifat kerelawanan (volunteerism) dan semangat Do It Yourself (DIY). Dua sifat ini menggerakkan komunitas literasi untuk menyediakan akses bacaan gratis kepada masyarakat. Dari kasus Indonesia Boekoe, tampak bahwa gerakan literasi telah bertransformasi menjadi rumah belajar yang tidak hanya menyediakan akses bacaan, tetapi juga memproduksi bacaan dan mencetak para penulis muda. Dilihat dari perspektif literasi sebagai praktik sosial, tranformasi ini didorong oleh konteks internal dan eksternal komunitas. Di tingkat internal, komunitas literasi telah menjadi unit sosial yang mereproduksi habitus literasi, yaitu gemar membaca dan terampil menulis. Sementara di tingkat eksternal, terdapat perkembangan pada media online dan industri penerbitan yang memberi kesempatan lebih luas bagi penulis dan komunitas literasi untuk menerbitkan karya. Dampak dari transformasi ini mengarahkan kepada argumen bahwa komunitas literasi telah mencetak kaum cendekiawan luar kampus, yaitu kaum terpelajar yang memiliki modalitas literasi yang diraih dengan cara memaklumkan tulisan di media massa. Cendekiawan yang dibesarkan melalui komunitas umumnya merasa berhutang budi, sehingga memantik mereka melakukan politik balas budi dengan cara menyediakan akses bacaan gratis atau menyelenggarakan pelatihan menulis.

The literacy community movement become current trend marked by the rise of Taman Bacaan Masyarakat (TBM), Pustaka Bergerak, and Perpustakaan Jalanan which provides free reading access for public. Their effort appreciated by the President Joko Widodo by invited them to Istana Merdeka on the National Education Day, May 2, 2017. From the meeting, the government agreed to occur free cargo literacy every date of 17th each months through national post agency (PT POS). On the September 14th 2017, the president also announced that some of village funds (dana desa) to be allocated to build village library. Those two literacy policies hopefully could support the books distribution, increase the number of public libraries and step up the society reading habit. Beside of providing reading access, there was a new transformation where some literacy communities becom a place to producing books and rising new writers. This paper is aim to discuss the transformation of literacy community by analyze three aspects. First, reviewing historical aspect to understand the typical of literacy movement since colonialism era. Second, examine the movement of literacy community nowadays by taking the case of Indonesia Boekoe. Third, figure out the possibility factors of the transformation of literacy movement and also discussing the impacts of it. From historical review concluded that the movement of literacy community from colonial era become an "activism", which means a medium to practice volunteerism and the spirit of Do It Yourself (DIY). These two characteristics drives literacy community to provides free reading access for public. Derived from Indonesia Boekoe, it seems that literacy movement has transformed into "a learning house" which not only provides reading access, but also to shape up young writers. From perspective "literacy as a social practice", this transformation is motivated by internal and external community context. At the internal level, literacy community has been turned into social unit which produce "literacy habits": "loved to read and skilled to write". Meanwhile, in the external level were found some development on online media and books publishing industry that gives wider chance to writers and literacy communities to publish their pieces. The impact of its transformation leads to an argument that literacy communities shaped non-academic intellectuals which are the educated persons who has literate modality earned by published their writings on mass media. An educated person who raised through a community generally fell indebted. Thereby encouraged them to providing free reading access or arrange writing training as a reciprocity politics.

Kata Kunci : gerakan literasi, praktik literasi, praktik sosial, Indonesia Boekoe, habitus.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.