Laporkan Masalah

DEMOKRASI DIGITAL DALAM MEDIA SOSIAL (Representasi Jokowi-Prabowo dalam Kontestasi Pemilu Presiden 2014 di Twitter)

NURUL HASFI, Prof. Dr. Sunyoto Usman; Dr. Hedi Pudjo Santosa

2017 | Disertasi | S3 Ilmu Sosiologi

Dalam masyarakat demokrasi Twitter merupakan salah satu saluran komunikasi politik baru yang diharapkan memberikan ruang tidak terbatas bagi publik untuk berinteraksi dengan bebas dan terbuka. Namun demikian, peran Twitter dalam proses demokrasi digital ini hingga kini masih dalam perdebatan. Disertasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran Twitter dalam proses demokrasi digital selama pemilihan presiden 2014. Metode Analisis Wacana Kritis dipakai untuk menginterpretasikan teks perdebatan politik oleh akun-akun Twitter pendukung Jokowi dan Prabowo selama 2,5 bulan sebelum pemilihan presiden 2014 berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian, perdebatan politik yang berlangsung di Twitter belum mencerminkan komunikasi politik yang mengemansipasi publik (rasional, netral, bebas dominasi), namun merefleksikan komunikasi politik yang terdominasi oleh elite melalui dua mekanisme kontrol. Pertama, kontrol melalui pesan (message) teridentifikasi dari adanya praktik-praktik kekuasaan yang terendap di teks yakni politik imagologi, politik identitas, politik kesalehan personal, politik agama, politik aliran dan praktik kekuasaan elite. Dalam prespektif demokrasi, praktik kekuasaan semacam itu mencerminkan komunikasi politik yang tidak deliberatif karena irasional, terdominasi, tidak netral dan berorientasi pada konflik. Kontrol melalui pesan ini sekaligus membongkar motif para elite dalam komunikasi politik yakni mobilisasi massa yang menyasar publik yang terkontrol oleh citra (image) dan publik dengan kebiasaan memilih (voting behaviour) tertentu. Kedua, kontrol melalui jaringan (network) dilakukan dengan membangun jaringan internal Twitter terutama dengan akun-akun Twitter milik public figure (artis, akademisi, budayawan, ustadz) serta dengan membangun jaringan eksternal Twitter seperti Facebook, Youtube dan media online profesional maupun non-profesional. Kontrol melalui jaringan dibangun secara sistematis untuk mengefektifkan kontrol pesan agar pesan dapat memobilisasi massa seluas-luasnya. Berdasarkan temuan penelitian berupa pola komunikasi politik yang dikontrol elite melalui pesan dan jaringan, peneliti menyimpulkan bahwa demokrasi digital di Twitter merupakan demokrasi semu (pseudo democracy). Dengan demikian, penelitian ini melihat komunikasi politik di Twitter tidak mampu menghadirkan apa yang disebut Habermas (1996) sebagai �perbincangan rasional� karena adanya kontrol yang dilakukan oleh elite terhadap publik. Penelitian ini sekaligus mendukung pandangan Habermas tentang tidak efektifnya internet dalam mendorong proses komunikasi politik yang menurutnya disebabkan fragmentasi publik yang terpecah-pecah. Namun demikian, penelitian ini lebih berangkat sumber masalah yang berbeda yakni terdominasinya ruang maya oleh wacana kelompok dominan sehingga menutup ruang kelompok marginal untuk menyuarakan pendapatnya.

In a democratic society, Twitter is an significant new channels of political communication that is expected provides unlimited space for the public to interact freely and openly. However, Twitter's role in the process of digital democracy is still in debate. This dissertation aims to identify Twitter's role in the digital democracy process during the 2014 presidential election. The Critical Discourse Analysis Method was used to interpret political debate between Twitter accounts support Jokowi againt them who support Prabowo produced 2.5 months before the 2014 presidential election. The study shows political debate took place on Twitter has not reflected political communications that emancipated public. Contrary, it reflects political communication dominated by the elite through two control mechanisms, message control and network power control. Firstly, message control is identified from the existence of power practices including politics of imagology, politics of identity, politic of personal piety, politics of religious, politic aliran and power of elite. From the perspective of democracy, such those power reflect political communication identifide as irrational, dominated, and conflict-oriented. It reflect elite motive who try to control message for mass mobilization purpose targeting public with certain voting behavior. Secondly, network control is done by building internal network of Twitter and by enlarging external Twitter networks. Control over the network is built systematically to streamline message control so messages efectively mobilize public as widely as possible. Based on the research findings, this study concluded that digital democracy on Twitter is a pseudo democracy. This study concludes that political communications on Twitter unable to present what Habermas (1996) called as 'rational discussion�. The result of the study supports Habermas's view of the ineffectiveness of the internet in promoting the process of political communication which he thought problematic as it shapes fragmented public. Nevertheless, this study identified that the problem were more triggered by dominance dominant discourse on Internet that does not give appropiarate space for minor discourse to be involved in democratic process.

Kata Kunci : Twitter, komunikasi politik, pemilihan presiden, demokrasi digital

  1. S3-2017-353083-abstract.pdf  
  2. S3-2017-353083-bibliography.pdf  
  3. S3-2017-353083-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2017-353083-title.pdf