Laporkan Masalah

Kebijakan Peningkatan Produksi Jagung di Indonesia Pada Masa Orde Baru, 1974 - 1998

SARI RATNA DEWI, Prof. Dr. Bambang Purwanto

2017 | Skripsi | S1 ILMU SEJARAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab tingginya produksi jagung di tengah-tengah kebijakan pangan Orde Baru yang pro beras, sehingga menempati peringkat utama dalam kategori tanaman pangan setelah beras. Rentang waktu yang dipilih adalah tahun 1974-1998. Pada tahun 1974, pemerintah melaksanakan dua program besar dalam bidang pangan, yaitu Bimas Palawija dan Usaha Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR). Sedangkan di tahun 1998, kebijakan pangan Orde Baru mencapai titik antiklimaks yang ditandai oleh kemerosotan ekonomi industri pakan ternak dan peningkatan permintaan jagung untuk pangan di kalangan masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yang terdiri dari pemilihan topik, pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan penulisan. Sumber yang digunakan berupa sumber primer dan sekunder yang utamanya berasal dari kajian ekonomi dan pertanian. Data statistik yang dimuat di dalamnya digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan berbagai dinamika peristiwa dan perubahannya. Oleh karena itu, penelitian ini mengedepankan cara analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa produksi jagung yang tinggi disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan dari industri pakan ternak sejak pertengahan dekade 1970-an. Tingginya produksi tersebut dicapai melalui pelaksanaan Bimas Palawija sebagai bagian integral dari program besar Revolusi Hijau. Program ini telah memodernisasi pertanian jagung, mengubahnya menjadi komoditas yang lebih komersil, dan menopang keberlangsungan industri pakan ternak. Akan tetapi, tingginya permintaan pasar tidak mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Oleh karenanya, kebijakan impor menjadi pilihan yang tidak terelakkan hingga mengakibatkan ketergantungan pada suplai dari luar negeri. Ketergantungan ini mulai berkurang ketika terjadi krisis moneter 1997/1998. Krisis tersebut berdampak pada dua hal. Pertama, merosotnya ekonomi industri pakan sehingga menurunkan tingkat konsumsi daging dan telur ayam. Kedua, meningkatnya kembali permintaan jagung tetapi bukan sebagai bahan baku industri pakan, melainkan sebagai bahan pangan masyarakat.

This study aims to determine the factors which prompt the high corn production amidst the pro-rice New Order food policy so that ranks in the main category of food crop after rice. The selected time span is 1974-1998. In 1974, the government implemented two major food policy programs, namely Bimas Palawija and Food Folk Menu Improvement Effort (UPMMR). Whereas in 1998, the New Order food policy reached the anticlimactic point marked by the economic downturn of the animal feed industry and increased demand for corn for food among the community. The method applied in this study is the historical method, which consists of topic selection, source collection, source criticism, interpretation and writing. The sources used are primary and secondary sources in which the former derived from economic and agricultural studies. The statistics contained therein are used as the basis for explaining the various dynamics of events and their changes. Therefore, this research promotes the way of quantitative analysis. The results demonstrate that high corn production is due to an increase in demand from the animal feed industry since the mid-1970s. The high production is achieved through the implementation of Bimas Palawija as an integral part of the major Green Revolution program. This program has been modernizing corn farming, turning it into a more commercialize commodity trade, and sustaining the viability of the animal feed industry. However, the high market demand cannot be fulfilled by domestic production. Therefore, import policy becomes an inevitable choice that results in reliance on supply from abroad. This dependence began to decrease when the monetary crisis occurred 1997/1998. The crisis affects two things. First, the decline of the feed industry economy so the lowered consumption of chicken meat and eggs. Second, the increase of corn demand as food for society instead of as raw material for food industry.

Kata Kunci : jagung, produksi, kebijakan pangan, Orde Baru

  1. S1-2017-338163-abstract.pdf  
  2. S1-2017-338163-bibliography.pdf  
  3. S1-2017-338163-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2017-338163-title.pdf