Sistem Pacht dan Perluasan Negara Kolonial di Pontianak 1819-1909

DANA LISTIANA, Dr.Abdul Wahid, M.Hum., M. Phil.

2017 | Tesis | S2 Ilmu Sejarah

Penelitian ini membahas tentang peranan sistem pacht dalam perluasan negara kolonial di Pontianak. Secara khusus, studi ini mengkaji relasi yang dibentuk dan dihasilkan sistem itu dalam konteks perkembangan ekonomi dan politik lokal. Dengan demikian, sistem pacht akan ditempatkan sebagai faktor pengubah tatanan politik dan ekonomi setempat yang melibatkan tiga pihak utama, yakni Kesultanan Pontianak, Pemerintah Kolonial Belanda, dan elite Cina. Selain itu, studi ini juga akan melihat relasi ketiga pihak tersebut dengan komunitas Cina sebagai objek utama dari penerapan sistem ini dalam konteks pembentukan administrasi kolonial. Untuk mengungkapnya, penulis menggunakan pendekatan sejarah politik-ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pacht di Pontianak berlangsung dalam 3 tahap. Tahap pertama (1819-1846/47) merupakan tahap pengenalan dan uji coba sistem yang dikelola oleh Sultan Pontianak dan kerabat. Tahap kedua (1846/47-1857) merupakan tahap peralihan pengelolaan dan pemantapan sistem oleh elite Cina. Tahap ketiga (1857-1909) merupakan perluasan sistem ke berbagai wilayah di Kalimantan Barat. Dari sisi penerapannya, sistem ini dapat berlangsung melalui kesepakatan yang dimuat dalam kontrak politik antara pemerintah kolonial dengan penguasa lokal. Di Pontianak, sistem ini berjalan relatif lancar karena keberhasilan Pemerintah Kolonial dalam mengakomodasi infrastruktur pemerintahan lokal dan kemudian elite Cina. Selain itu, dalam perkembangannya relasi antara ketiga pihak utama juga cukup baik. Sebaliknya, tersendatnya praktik pacht dalam perluasan praktiknya di luar Pontianak disebabkan oleh kegagalan Pemerintah Kolonial dalam mengakomodasi struktur sosial-politik lokal dan pembangunan relasi antara ketiga pihak utama tersebut. Adapun respon berupa aksi resistensi dari komunitas Cina sepanjang tiga periode tersebut cukup intensif timbul di wilayah-wilayah kongsi Cina karena dibebani pajak berlapis untuk pemerintah kolonial dan Kesultanan, tempat di mana kongsi berdiri. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa sistem pacht berperan penting dalam pembentukan kekuasaan kolonial di Pontianak karena 1) hasilnya membiayai kebutuhan pemerintah kolonial; 2) penerapannya menjadikan rakyat Sultan menjadi abdi (onderdanen) pemerintah kolonial dan wilayah Kesultanan berada dalam kontrol langsung pemerintah kolonial; 3) berfungsi sebagai pengganti rugi kekuasaan pajak Kesultanan dan kemudian penempatan kekuasaan tertinggi pemerintah kolonial di Kesultanan; 4) penggunaan wilayah pacht untuk penataan teritori administrasi kolonial dan infrastruktur pacht untuk birokrasi kolonial; 5) upaya perluasan wilayah pacht menjadi pemicu perluasan wilayah administrasi kolonial di Kalimantan Barat.

This research examines the role of pacht system in the expansion of colonial state in Pontianak. Particularly, I will examine the relation produced by the system in the context of the development of local economy and politic. Therefore for the purpose of this research, pacht system is seen as a factor that changes the local economy and politic structure, where the Sultanate of Pontianak, Dutch Colonial Administration and Chinese elites are entangled. This research also aims to examine the relation between the three elements mentioned with Chinese community at the centre of the system within the context of the creation of colonial administration. To be able to analyze the topic, I use political- economic approach. The research result shows that the introduction of pacht system in Pontianak takes place in three phases. The first phase (1819-1846/47) is the introduction and experimentation of the system and carried out by the Sultan of Pontianak and his relatives. The second phase (1846/47-1857) is the transition of management and consolidation of the system by the Chinese elites. The last phase (1857-1909) is the extension of the system to more regions in West Kalimantan. The system occurred because of a political contract between the colonial and local administrations. In Pontianak the system was successful due to the ability of Dutch Colonial Administration in accommodating the infrastructure of the local administration and the Chinese elites. On the contrary, the system didn't work outside Pontianak due to the inability of the Dutch Colonial Administration in accommodating the local social-political structures and the failure of relation building between the three elements. Response to the inability and failure was resistance by the Chinese commercial associations outside Pontianak, because they were burdened with multiple taxes for the Colonial Administration and The Sultanate of Pontianak. The conclusion drawn from this research is that the pacht system played an important role in the creation of colonial powers in Pontianak for several reasons: 1) the outcome funds the needs of the colonial administration; 2) it places the people becomes the subjects (onderdanen) for colonial administration and the Sultanate within the direct control of colonial administration; 3) it functions as the compensation of Sultanates taxes and the placement of the highest control of colonial administration at the Sultanate; 4) the utilization of pachts regions for the colonial administration structure and pacht infrastructure for colonial bureaucracy; 5) the means of pachts regions expansion triggers the extension of colonial administration in West Kalimantan.

Kata Kunci : Pontianak, sistem pacht, komunitas Cina, administrasi kolonial/ Pontianak, pacht system, Chinese community, colonial administration