Laporkan Masalah

Pengaruh Alokasi Anggaran Kecamatan Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Di Kabupaten Sleman

DANYK KUSUMANING B, R. Widodo Dwi Pramono, S.T., M.Sc., Ph.D; Widyasari Her Nugrahandika, S.T., M.Sc.

2017 | Tesis | S2 Perencanaan Kota dan Daerah

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu prinsip good governance. Partisipasi dibutuhkan agar setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah mencerminkan aspirasi masyarakat dan digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat. Pada tahun 2011, Kabupaten Sleman menyusun inovasi kebijakan desentralisasi fiskal, yang diimplementasikan dalam Pagu Usulan Partisipatif Masyarakat (PUPM), sebagai intervensi pemerintah untuk menjembatani proses perencanaan bottom up dan top down. PUPM adalah besaran alokasi dana masing-masing kecamatan, sebagai acuan usulan kegiatan prioritas pada musrenbang RKPD. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan bentuk desentralisasi fiskal yang diimplementasikan dalam kebijakan PUPM, menggambarkan bentuk partisipasi yang mewarnai proses demokrasi dalam perencanaan pembangunan, serta mengungkapkan pengaruh implementasi PUPM terhadap peningkatan partisipasi masyarakat pada proses perencanaan pembangunan di Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilakukan di wilayah perdesaan dan perkotaan dengan skala berbeda, yaitu Kecamatan Minggir, Kecamatan Gamping, Kecamatan Depok, dan Kecamatan Prambanan. Metode yang digunakan adalah studi kasus. Data yang digunakan berupa data primer melalui wawancara dan observasi terhadap stakeholder maupun masyarakat yang terlibat dalam perencanaan pembangunan serta data sekunder yang terkait dengan perencanaan pembangunan terutama PUPM. Untuk mendapatkan gambaran mengenai peningkatan partisipasi masyarakat pada proses perencanaan pembangunan dengan penerapan kebijakan PUPM maka dilakukan interpretasi secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kebijakan PUPM ini merupakan semi devolusi, karena pemerintah kecamatan dan desa mempunyai kebebasan untuk memutuskan apa yang akan diusulkan dan dikerjakan di wilayahnya, walaupun anggaran dan penanggung jawab kegiatan tetap terletak pada SKPD teknis di kabupaten. Berdasarkan besaran anggaran yang memang hanya relatif kecil, kebijakan PUPM ini bukan sebagai alat pemerataan pembangunan, melainkan sebagai pengungkit partisipasi masyarakat saja. Dari 4 wilayah penelitian, didapatkan 2 bentuk partisipasi, yaitu bentuk partisipasi di Kecamatan Depok yang sudah mulai mengarah pada menggerakkan partisipasi masyarakat serta partisipasi yang terjadi di tiga kecamatan lainnya yang masih pada posisi meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. Perubahan yang yang terjadi memang belum seperti yang diharapkan seperti pada partisipasi tingkat citizen citizen power yang dicanangkan oleh Arstein, namun harapannya dengan berjalannya waktu partisipasi masyarakat yang terjadi akan menuju pada demokrasi yang ideal.

Community participation is one of the principles of good governance. Participation is needed so that every policy taken by the government reflects the aspirations of the people and is used for the greatest interest of the community. In 2011, Sleman Regency developed an innovative fiscal decentralization policy, implemented in the sub-district budget allocation, we called PUPM, as a government intervention to bridge the bottom up and top down planning processes. PUPM is the amount of fund allocation for each sub-district, as a reference of priority activity proposal in deliberation of development planning (Musrenbang). The purpose of this research is to describe the form of fiscal decentralization implemented in PUPM policy, to describe the participation form which influenced democratic process in development planning, and to reveal the effect of PUPM implementation on increasing community participation in development planning process in Sleman Regency. The research was conducted in rural and urban areas with different scales, namely Minggir Subdistrict, Gamping Subdistrict, Depok Subdistrict, and Prambanan Subdistrict. The method used is case study. The data used in the form of primary data through interviews and observations of stakeholders and communities involved in development planning and secondary data related to development planning, especially PUPM. To get an idea of the increase of community participation in the development planning process with the application of PUPM policy, a qualitative descriptive interpretation is conducted. The results reveal that this PUPM policy is semi devolution, because sub-district and village governments have the freedom to decide what to propose and do in their area, although the budget and responsible activities remain on the technical regional office unit (SKPD) in the regency. Based on the relatively small budget, the PUPM policy is not an instrument of equitable distribution of development, but rather as a lever of public participation only. From 4 research areas, two forms of participation are participated in the Kecamatan Depok which has started to lead to community participation and participation in three other sub-districts that are still in a position to increase the community's ability to participate. The changes that have occurred are not as expected as in the participation of citizen citizen power level proposed by Arstein, but his expectation with the passing of community participation will lead to an ideal democracy.

Kata Kunci : Partisipasi, Perencanaan, Alokasi Anggaran Kecamatan

  1. S2-2017-389102-abstract.pdf  
  2. S2-2017-389102-bibliography.pdf  
  3. S2-2017-389102-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2017-389102-title.pdf