Laporkan Masalah

Perbedaan penentuan kediaman hukum antara peraturan kepala badan pertanahan nasional nomor 8 tahun 2012 dengan pasal 49 undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang peradilan agama dalam pembuatan akta hibah

FELICIA AMADEA, Dr. Yulkarnain Harahab, S.H., M. Si.

2017 | Tesis | S2 Kenotariatan

Tujuan penelitian ini adalah menganalisa dan mendeskripsikan secara jelas kesesuaian penentuan kediaman hukum antara Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dalam pembuatan akta hibah. Penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisa dan mendeskripsikan akibat hukum terhadap kompetensi absolut Pengadilan Agama dalam hal para pihak yang beragama Islam membuat akta hibah yang menunjuk Pengadilan Negeri sebagai tempat kediaman hukumnya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif, dimana data yang digunakan berupa data sekunder. Penggalian data dilakukan dengan studi kepustakaan (library research). Setelah data terkumpul, maka data tersebut kemudian diolah, dianalisis, dan disusun secara sistematis untuk mencapai suatu kejelasan. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif, maksudnya dengan mengelompokkan data sesuai aspek-aspek yang diteliti dan selanjutnya diambil kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil, bahwa kediaman hukum untuk menyelesaikan perkara hibah yang para pihaknya beragama Islam yang terdapat pada Perkaban Nomor 8 Tahun 2012, bertentangan dengan ketentuan Pasal 49 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Dalam akta hibah yang terdapat pada Perkaban Nomor 8 Tahun 2012 seharusnya diatur tempat kediaman hukum lain selain Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan sengketa hibah, yaitu pada Pengadilan Agama manakala para pihaknya beragama Islam. Akibat hukum dalam hal para pihak yang beragama Islam menunjuk Pengadilan Negeri sebagai kediaman hukumnya sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Perkaban ialah, Pengadilan Negeri akan memutus bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili sengketa sebab perkara tersebut merupakan kompetensi absolut Pengadilan Agama, sehingga para pihak harus memproses ulang perkara pada Pengadilan Agama. Hal tersebut akan membuat proses penyelesaian perkara menjadi lama dan menghabiskan banyak biaya.

The purpose of this study is to analyze and describe clearly the conformity determination of legal residence between The Regulation of National Land Agency of The Republic of Indonesia Number 8 of 2012 associated with Article 49 of Act Number 3 of 2006 on Religious Courts in the making of the deed of grant. This study is also conducted to analyze and describe the consequences of the absolute competence of religious courts in the case of Islamic parties making the deed of grant which designates the district court as their legal residence. This study is based on normative juridical law method, where the data used is in the form of secondary data. Data were collected by using library research method. After the data were collected, the data were being processed, analyzed, and arranged systematically to achieve a clarity. Data analysis were done by qualitative method, by means of grouping aspects of the data being studied and then conclusions were taken to answer the formulation of problem proposed. Based on this study it is found a result, that the legal residence to settle grant cases whose parties are Islamic in The Regulation of National Land Agency of The Republic of Indonesia Number 8 of 2012, is contrary to the provisions of Article 49 of Act Number 3 of 2006 on Religious Courts. In the deed of grants contained in The Regulation of National Land Agency of The Republic of Indonesia Number 8 of 2012 should be arranged to legal residence other than the district court to resolve the grant dispute, namely in the religious court when the parties are Islamic. Due to the law in the case of the Islamic parties appointing the District Court as their legal residence in accordance with the provisions contained in the Regulation of National Land Agency, the District Court will decide that the court is not authorized to judge the dispute because the case is an absolute competence of the Religious Courts, so that the parties have to reprocess the case in the Religious Courts. This will make the process of resolving the matter becomes long time and spend a lot of cost.

Kata Kunci : Akta Hibah, Kediaman Hukum, Pengadilan Agama, Kompetensi.

  1. S2-2017-387858-abstract.pdf  
  2. S2-2017-387858-bibliography.pdf  
  3. S2-2017-387858-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2017-387858-title.pdf