Laporkan Masalah

Analisis Mengenai Keputusan Pejabat PemerintahanSelakuPenyelenggara Negara Yang Dapat Dipidana (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2862 K/Pid.Sus/2015 Atas Nama Terdakwa IMSS)

RAMADINA SAVITRI, Sigid Riyanto, S.H., M.Si.

2017 | Skripsi | S1 ILMU HUKUM

Ketentuan mengenai tindak pidana korupsi telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Disamping itu, terdapat rumusan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dirumuskan pula dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang merupakan Undang-Undang administratif. Dimana suatu perbuatan Pejabat Pemerintahan seperti membentuk keputusan dengan menyalahgunakan kewengan menimbulkan kerugian keuangan negara dapat dijatuhi sanksi admnistratif. Ketentuan tersebut secara tidak langsung berpengaruh dalam penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Adanya ketentuan admnistratif selaras dengan asas ultimum remidium dalam penegakan hukum pidana.Namun tidak menutup kemungkinan, ketentuan tersebut dijadikan sebagai alat berlindung oleh Pejabat Pemerintahan yang melakukan tindak pidana korupsi agar hanya mendapat sanksi admistrasi. Secara prosedural terhadap Pejabat Pemerintahan yang diduga melakukan perbuatan dengaan penyalahguanaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara harus berkordinasi dengan APIP sebagimana ketentuan ini dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016, tetapi hal ini tidak menjadi halangan Hakim pengadilan tindak pidana korupsi untuk memeriksa suatu perkara korupsi yang dilakukan Pejabat Pemerintahan, karena ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 ketentuan admnistratif tidak secara mutlak harus didahulukan. Melainkan menjadi hak yang diberikan kepada Pejabat Pemerintahan apabila mereka mengingkan keputusan yang dibuat oleh mereka diperiksa terlebih dahulu melalui upaya administratif.

The regulation of corruption act has defined in Law No. 31 of 1999 jo. Law No. 20 of 2001. Besides, there are clauses that regulated in Law No. 20 of 2001 are regulated also in Law No. 30 of 2014 which is an administratif regulation. The act of Public Official such as make a decision, if it contains abuse of authority and inflict state financial losses can be punished with administration law. Administratif regulation indirectly gives an effect within upholding Article 2 and Article 3 Law No. 20 of 2001. Law No 30 of 2014 actually in line with ultimum remidium principle in the application of criminal law. Yet it does not shut the possibility for Public Official to cover his corruption act as if it is the wrong act in administration. Technically for the Public Official who suspected do an act with authority abuse which causes state financial losses, law enforcer must coordinate with APIP, this regulation can be found in President Regulation No. 1 of 2016, but it is not an obstacle for judge of corruption court to examined the case that suspected as corruption, because in Law No. 30 of 2014 the administratif regulation is not absolute for precedence. However it is a right that given to Public Official if they wanted to examine the decision that they make with administratif procedure.

Kata Kunci : Keputusan, Korupsi, Pejabat Pemerintahan/Decision, Corruption, Public Official

  1. S1-2017-345415-abstract.pdf  
  2. S1-2017-345415-bibliography.pdf  
  3. S1-2017-345415-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2017-345415-title.pdf