Laporkan Masalah

ADAPTASI KARAWITAN PADA KESENIAN KRUMPYUNG OLEH KELOMPOK INCLING KRUMPYUNG BEKSA LARAS WISMA KOKAP KULON PROGO

NOVIANGGI KASAMIRA A, Dr. Wiwik Sushartami, M. A.;Prof. Dr. Timbul Haryono, M. Sc.

2017 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

Yogyakarta, tepatnya di Kabupaten Kulon Progo memiliki kesenian khas yang bernama krumpyung. Kesenian krumpyung memiliki keunikan dibanding kesenian lain di Yogyakarta yaitu terletak pada material sebagian besar instrumennya yang terbuat dari bambu. Sejak kemunculannya pertama kali oleh Reso Guno sekitar tahun 1919, kesenian krumpyung telah mengalami perkembangan yang semula hanya terdiri dari instrumen krumpyung, kethuk kenong, gong, kendhang kemudian oleh putra dari Reso Guno dikembangkan menyerupai konsep karawitan baik secara instrumentasi maupun permainannya. Konsep karawitan ini masih diteruskan hingga sekarang yang dapat dilihat melalui kelompok Beksa Laras Wisma. Bahkan dalam penyajiannya, kesenian krumpyung pada kelompok ini juga melibatkan unsur tari yaitu tari incling. Penelitian ini memfokuskan pada wujud adaptasi karawitan pada kesenian krumpyung yang dikaji dari format instrumen, bentuk musik, dan bentuk penyajiannya melalui kelompok Beksa Laras Wisma. Di samping itu penelitian ini juga dimaksudkan untuk menggali lebih dalam sejarah kesenian krumpyung di Kecamatan Kokap, Kulon Progo. Berbicara mengenai adaptasi, dalam prosesnya merupakan tindakan mengulang kembali elemen yang ada pada suatu karya lain. Untuk mengetahui lebih spesifik korelasi antara kesenian krumpyung dan karawitan digunakan proposisi garap. Supanggah menawarkan untuk mengetahui proses kreatif suatu musik (kesenian) maka dapat dikaji melalui 6 aspek garap. Proposisi garap Supanggah digunakan untuk menganalisis elemen-elemen karawitan yang diadaptasi dalam kesenian krumpyung padakelompok Beksa Laras Wisma. Berdasarkan analisis, terlihat bahwa kesenian krumpyung memiliki banyak kesamaan terhadap karawitan, yaitu dari materi permainan, keberadaan penggarap sekaligus adanya sistem garap bersama, pemilihan penggunaan instrumen, fungsi instrumen, penamaan instrumen, pola permainan, dan penerapan musik sebagai iringan tari. Sesuai dengan hasil pengamatan maka disimpulkan bahwa konsep kesenian krumpyung mengadaptasi konsep karawitan. Sementara konsep karawitan dapat dialih wahanakan terhadap krumpyung (kesenian lain) yang materialnya berbeda jauh. Pihak internal maupun eksternal dari kelompok Beksa Laras Wisma memegang peranan penting dalam proses adaptasi dari karawitan yang masih dipertahankan dan dikembangkan ini.

Yogyakarta, particularly in Kulon Progo Regency has a distinctive art called krumpyung. Krumpyung art has its uniqueness among all other arts in Yogyakarta, which lies in the material of most of the instruments that are made of bamboo. Since its first appearance by Reso Guno around 1919, krumpyung art has been progressing which originally consisted only of instruments of krumpyung, kethuk kenong, gong, kendang, and then by his son it was developed to resemble the karawitan concept either the instrumentation or the way it is played. This karawitan concept is still applied until today which can be seen through the Beksa Laras Wisma group. Even in its presentation, krumpyung art in this group also involves dance elements called incling dance. This study focuses on the karawitan adaptation of the krumpyung art which is studied from the formats of instruments, musical forms, and the presentation form by "Beksa Laras Wisma" group. Additionally, this study also aims to dig deeper into the history of krumpyung art in Kokap District, Kulon Progo. Talking about adaptation, in its process is the act of repeating the elements that exist in some other works. Therefore to know more specifically about the correlation between krumpyung art and karawitan the garap proposition is used. Supanggah offers to find the creative process of music (art) can be assessed through the six aspects of garap. Proposition of garap Supanggah is used to analyze the elements of karawitan adapted in krumpyung art of Beksa Laras Wisma group. Based on the analysis, it appears that krumpyung art has many similarities to karawitan, that are in terms of the play material, the existence of penggarap as well as the system of garap together, the selection of instruments usage, instrument functions, instruments naming, the play’s pattern, and the application of music as dance accompaniment. In accordance with the observations, it is concluded that the concept of krumpyung art is adapted from karawitan concept. Meanwhile the karawitan concept can be transformed into krumpyung (other art) which materials are much different. Internal and external parties of Beksa Laras Wisma group play an important role in the process of adaptation from karawitan that is still maintained and developed.

Kata Kunci : rumpyung, adaptation, transformation, karawitan.