Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang Melakukan Tindakan Medis Beresiko Berat Tanpa Informed Consent Terhadap Pasien Dalam Keadaan Gawat Darurat di Yogyakarta

EVA LUTFIATI LATIFAH, Taufiq El Rahman, S.H., M.Hum

2017 | Skripsi | S1 ILMU HUKUM

Dalam praktek pelaksanaan tindakan medik seringkali ditemui kondisi gawat darurat dimana dokter harus bertindak cepat dan tepat untuk dapat menyelamatkan nyawa pasien dari kematian. Dalam kondisi tersebut dokter harus berpacu dengan waktu sehingga tidak sempat untuk memberikan informed consent secara tertulis. Meskipun keberadaan informed consent sangatlah penting untuk perlindungan hak dan kepentingan pasien maupun dokter, namun hal tersebut tidak boleh menjadi penghambat bagi dokter dalam menyelamatkan nyawa pasien. Perlindungan hukum bagi dokter yang melakukan tindakan medis berat tanpa informed consent terhadap pasien dalam keadaan gawat darurat diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 24 PP Nomor 32 Tahun 1996, Pasal 17 KODEKI, dan Pernyataan IDI tentang Informed Consent (Lampiran SKB IDI No 319/PB/A.4/88). Alasan pembenar secara yuridis terhadap tindakan medis berat tanpa informed consent dalam keadaan gawat darurat yang dilakukan oleh dokter diatur dalam Pasal 4 Permenkes Nomor 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran dan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mengatur bahwa apabila pasien dalam keadaan gawat darurat, maka dapat dilakukan tindakan medis tanpa adanya informed consent terlebih dahulu. Dengan demikian, dokter dalam memberikan tindakan medis lah memiliki payung hukum yaitu Pasal 27 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 24 PP Nomor 32 Tahun 1996, Pasal 17 KODEKI, dan Pernyataan IDI tentang Informed Consent (Lampiran SKB IDI No 319/PB/A.4/88).

In practice, the implementation of the medical action is often encountered emergency condition in which the physician must act quickly and appropriately to be able to save patient lives from death. In these conditions a doctor must race against time so did not have time to give informed consent in writing. Despite the existence of informed consent is essential for the protection of the rights and interests of patients and physicians, but this should not be a barrier for physicians in saving patients' lives. Legal protection for physicians who perform medical measures weight without the informed consent of the patient in an emergency situation under Article 27 of the Law No. 36 Year 2009 on Health, Article 45 paragraph (1) of Law Number 29 Year 2004 regarding Medical Practice, Article 50 of Law Number 29 Year 2004 regarding Medical Practice, Article 24, Regulation No. 32 of 1996, Article 17 KODEKI, and IDI Statement of Informed Consent (Appendix SKB IDI No. 319 / PB / A.4 / 88). Justify juridically against medical measures weight without informed consent in emergency physicians stipulated in Article 4 of Decree No. 290 of 2008 on Approval of Actions of Medicine and Article 45 of Law Number 29 Year 2004 regarding Medical Practice which stipulates that if a patient in an emergency, it can be done without any medical procedure prior informed consent. Thus, physicians in providing medical action was a legal umbrella, namely Article 27 of Law Number 36 Year 2009 on Health, Article 45 paragraph (1) of Law Number 29 Year 2004 regarding Medical Practice, Article 50 of Law Number 29 Year 2004 Medical Practice, Article 24, Regulation No. 32 of 1996, Article 17 KODEKI, and IDI Statement of Informed Consent (Appendix SKB IDI No. 319 / PB / A.4 / 88).

Kata Kunci : Perlindungan Hukum Bagi Dokter