Laporkan Masalah

KISAH JARWA: PENGARUH MIGRASI TERHADAP PERUBAHAN IDENTITAS URANG BANJAR DI YOGYAKARTA

ARIF RAHMAN HAKIM, Dr. Setiadi, M.Si

2017 | Tesis | S2 ILMU ANTROPOLOGI

INTISARI Tulisan ini mengkaji tentang pengaruh migrasi terhadap perubahan identitas urang Banjar di Yogyakarta. Urang Banjar adalah kelompok etnis yang berasal dari Kalimantan Selatan. Dalam sejarahnya, mereka memiliki tradisi bermigrasi yang disebut dengan istilah madam, dan salah satu tujuan mereka di pulau Jawa adalah Yogyakarta. Selain datang untuk berdagang, urang Banjar di kota ini juga melahirkan istilah Jarwa, atau Banjar-Jowo. Istilah Jarwa adalah hal baru yang mengisyaratkan akan sebuah perubahan pada kehidupan urang Banjar di Banua Urang, terutama dalam memahami identitas mereka yang sekarang. Dari latarbelakang tersebut, pertanyaan yang diangkat adalah bagaimana sejarah madam (merantau) urang Banjar hingga menetap di Yogyakarta? Bagaimana kehidupan urang Banjar di Yogyakarta dalam membangun hubungan dengan daerah tempatan (orang Jawa) serta dengan sesama urang Banjar? Dan mengapa urang Banjar di Yogyakarta membangun identitas baru mereka yang ditadai dengan munculnya wacana Jarwa? Hasil penelitian etnografis ini memperlihatkan bahwa kedatangan urang Banjar di Yogyakrta sudah dimulai oleh para pedagang sekitar awal abad ke-20. Merantau atau istilah lokalnya disebut dengan istilah madam merupakan perjalanan meninggalkan Banua Banjar menuju Banua urang. Pada tradisi madam, urang Banjar tidak hanya memisahkan mereka dengan komunitas di daerah asal tetapi juga menciptakan hubungan baru dengan daerah tempatan. Sebagai perantau yang hidup menetap, keterpisahan tersebut mereka sikapi dengan menghadirkan kembali kebanjaran semisal membangun masjid maupun mewariskan pengetahuan kepada generasi berikutnya, sementara dalam hubungan baru mereka melakukan serangkaian pembelajaran terhadap cara hidup orang Jawa hingga nampak seperti orang Jawa. Ada pun hadirnya istilah Banjar Asli dan Banjar Keturunan turut melahirkan dinamika pada kehidupan urang Banjar di Yogyakarta. Perbedaan pengamalan antara keduanya lantas membangun kesadaran pada Banjar Keturunan bahwa Banjar yang mereka pahami sudah berbeda dengan generasi yang mengalami langsung proses madam. Lahir dan dewasa di Banua Urang membuat Banjar Keturunan menyadari bahwa kehidupan mereka juga tidak lepas dari nuansa Jawa. Berada dalam kehidupan antara Banjar dan Jawa akhirnya mereka menampilkan identitas diri dengan menyebutnya sebagai Jarwa. Dalam tulisan ini, kehidupan Jarwa yang ditampilkan tidak hanya sebagai gambaran urang Banjar yang memadukan antara Banjar dan Jawa tetapi juga sebagai citra identitas yang dinamis. Selain itu, Jarwa juga berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antara urang Banjar dengan orang Jawa, generasi tua dengan generasi muda ataupun daerah asal urang Banjar dengan daerah tepatan sekarang.

This paper examines the effect of migration torwards changes of Banjarese (urang Banjar) identity in Yogyakarta. Banjarese is the ethnic group that comes from South Kalimantan. Historically, they have a tradition of migrating which is called by the term madam, one of their destination in Java Island is Yogyakarta. Besides coming for trading, Banjarese in the city also gave birth to the term Jarwa or Banjar-Jawa. The term Jarwa is a new thing that signaled a change in the life of Banjarese in the migration, especially in understanding their current identity. From that background, the question raised then is how the history of madam (migrated) of Banjar people until settled in Yogyakarta? How is the life of Banjar people in Yogyakarta in building the relationship with local area (Javanese) as well as with others Banjarese? And why Banjarese in Yogyakarta build their new identity marked by the emergence of Jarwa discourse? The results of this ethnographic research showed that the arrival of Banjarese in Yogyakarta began by traders around the beginning of 20th century. Migration or local term madam is a journey to leave Banua Banjar toward Banua urang. In madam tradition, Banjarese are not only separating themselves to the community in the origin area but also creating a new relationship with the local area. As nomads who live sedentary, they behave the separateness by reintroducing the value of Banjar (kebanjaran) by building mosques and giving knowledge to the next generation, while in their new relationship, they perform a series of learning against the way of Javanese life to look like the Javanese. The presence of the term Original Banjar and Descendant Banjar bring the dynamics to the life of Banjarese in Yogyakarta. Differences in practice between them then build the awareness of Banjar descendants that Banjar that they understand is already different from the generation that experienced the process of madam. Born and grown in the migration make Banjar descendants realize that their life cannot be separated with nuance of Java. Being in between Banjar and Java life finally they show their identity by calling themselves as Jarwa. In this paper, the life of Jarwa shown is not only as an image of Banjarese that combines between Banjar and Java but also as an image of dynamic identity. Moreover, Jarwa also has a role as the connection that connects between Banjarese to Javanese, old generation to young generation or the origin region of Banjarese to the current local region.

Kata Kunci : migrasi, identitas, urang Banjar, hubungan sosial, Jarwa, migration, identity, Banjarese, social relationship

  1. S2-2017-354419-abstract.pdf  
  2. S2-2017-354419-bibliography.pdf  
  3. S2-2017-354419-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2017-354419-title.pdf