Laporkan Masalah

HEALTH SEEKING BEHAVIOR AND MEDICAL PLURALISM IN POOR URBAN NEIGHBORHOOD IN YOGYAKARTA INDONESIA

RETNA SIWI PADMAWATI, DRA., MA, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D.; Prof. Jens Seeberg, Ph.D.

2016 | Disertasi | S3 Ilmu Kedokteran

Latar Belakang: Perilaku pencarian kesehatan suatu masyarakat mencerminkan bagaimana pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan; dan pemanfaatan sumber daya kesehatan mencerminkan efektivitas pelayanan kesehatan. Seiring dengan perubahan lanskap kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh perubahan skema asuransi kesehatan pemerintah dan semakin banyaknya pilihan sumber pelayanan kesehatan yang tersedia, maka sangat penting untuk melihat kembali pengambilan keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah tangga dan masyarakat. Penelitian ini mengeksplorasi perilaku pencarian kesehatan dan pluralisme medis pada rumah tangga miskin di perkotaan di Yogyakarta dalam konteks skema asuransi kesehatan yang berbeda (Askeskin, Jamkesmas, dan Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN). Metode: Desain penelitian ini adalah mixed-methods yang menggabungkan studi kualitatif (studi dokumen dan etnografi terfokus) dan studi kuantitatif (survei panel). Sampel untuk survai dilakukan pada sekitar 220 yang diikuti di berbagai titik waktu (2004-2005; 2007-2008, dan 2016). Sedangkan sampel untuk studi kualitatif adalah 34 rumah tangga yang memiliki masalah kesehatan utama dan kronis yang diikuti pula seperti panel survai. Study kualitatif pada periode jamkesmas dilakukan pada sejumlah 25 rumah tangga dan 12 rumah tangga pada periode JKN. Hasil: Explanatory model yaitu penjelasan tentang tanda-tanda dan gejala penyakit, menunjukkan bahwa orang-orang mengklasifikasikan penyakit (illness) secara ringan sampai penyakit berat. Namun pola tindakan pertama yang diambil adalah sama di seluruh periode, yaitu dengan obat yang mudah dan termurah yang tersedia, yaitu pembelian obat di warung dan toko obat (over the counter atau OTC). Meskipun semua responden telah mendapatkan kartu Jamkesmas dan JKN, berdasar survei hampir semua responden membeli obat di warung (40-65%) baik pada masa sebelum dan saat Askeskin, Jamkesmas/Jamkesda, maupun JKN. Puskesmas juga selalu dikunjungi di seluruh periode, walaupun klinik atau dokter swasta dikonsultasikan sebelum dan selama periode Askeskin (21-43%), menurun tajam selama Jamkesmas (3-6%) dan mulai meningkat pada awal JKN (7,5%). Hasil survei menunjukkan bahwa rumah tangga menghabiskan sebagian kecil dari pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan, tetapi selama periode JKN porsi tersebut meningkat menjadi sekitar 25%; sedangkan asuransi JKN baru dimanfaatkan oleh sekitar 20% penduduk miskin yang menjadi responden. Penelitian kualitatif juga menemukan bahwa OTC dan puskesmas banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, tetapi bila memungkinkan mereka akan berkonsultasi kepada dokter praktek swasta dengan menggunakan out-of-pocket (OOP). Pluralisme medis dipraktekkan oleh sebagian besar informan dan anggota keluarga bersama dengan konsep cocok. Rumah tangga memiliki strategi sendiri untuk mengatasi penyakit mereka, yang disesuaikan dengan kualitas perawatan yang tersedia, kondisi keuangan, dan penggunaan asuransi kesehatan pemerintah. Kesimpulan: Masih ada kesenjangan dalam pengetahuan tentang konteks sosial, kebutuhan pasien, prioritas dan harapan keluarga serta masyarakat; dan pelaksanaan kebijakan kesehatan masyarakat. Diperlukan suatu definisi dan tujuan baru untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang baik serta mengembangkan peraturan dan implementasi berdasarkan konsep, sehingga penduduk miskin akan menggunakan pelayanan kesehatan yang diberikan secara optimal.

Background: The health seeking behavior of a community determines how health services are utilized; and the utilization of health resources are reflecting the effectiveness of the health service delivery. Along with the changes of public health landscape caused by the changes of government health insurance schemes and the fast growing health resources options available, it is important to reexamine the practices of the households and the community in decision making process to obtain health care. This study is exploring the health-seeking behavior and medical pluralism of the people in the urban poor neighborhoods in Yogyakarta in the context of different health insurance schemes (Askeskin, Jamkesmas, and National Health Insurance/JKN). Methods: This study was mixed methods with concurrent strategy, combining a qualitative (desk study, focused ethnography) and quantitative (panel survey) information. The sample for the survey was around 220 which were followed in different points of time (2004-2005; 2007-2008; and 2016). While the sample for the qualitative study was 34 households which have primary and chronic health problems during Askeskin, 25 household during Jamkesmas and 12 households during JKN. Results: The explanatory model-- by which the signs and symptoms of illnesses were recognized, showed that people classified mild to severe illnesses. However the pattern of the first action taken was the same across the periods, the easily and cheapest available, namely OTC and store bought medicines. Although all respondents have entitled to Jamkesmas and JKN, almost all respondents survey, taking OTC (40-65%) in different points of times. Health centers were also consulted across the periods. Private clinics were consulted prior to and during Askeskin period (21-43%), declining sharply (3-6%) during the Jamkesmas and start to increase in the early JKN (7.5%). In terms of health spending, the survey showed that the households spent small portion of all household expenditure for health, but during the JKN periods the portion is increasing to around 25% of the households spending; the use of JKN was less than 20%. The qualitative study also found that OTC and health centers were mostly consulted, but whenever possible they were consulting private doctors using OOP. Medical pluralism was practiced by most of the informants and family members along with the concept of cocok. Households have their own strategy dealing with their illnesses, the quality of care provided, financial conditions, and the use of government health insurance. Conclusion: There are gaps remaining in the knowledge of social context, what patients needs, priorities and expectations; and the implementation of public health policy. It is a need to define and improve a good quality of care and develop regulations and implementation based on the concept, so that the poor would make better use of health services provided.

Kata Kunci : Health seeking behaviors, medical pluralism, coping mechanism, health insurance, urban poor, primary care

  1. S3-2016-295441-abstract.pdf  
  2. S3-2016-295441-bibliography.pdf  
  3. S3-2016-295441-tableofcontent.pdf  
  4. S3-2016-295441-title.pdf