Laporkan Masalah

Gerakan Kudung Muhammadiyah di Yogyakarta (1912-1942)

KRIDA AMALIA HUSNA, Dr Mutiah Amini, M. Hum

2016 | Tesis | S2 Ilmu Sejarah

KH. Ahmad Dahlan mendorong murid-murid perempuannya untuk mengenakan penutup kepala yang disebut sebagai kudung. Hal ini dianggap tidak wajar karena kudung masa itu umumnya hanya dikenakan oleh perempuan yang telah melaksanakan ibadah haji. Ajaran untuk menutup kepala dengan kudung ini pada akhirnya menjadi gerakan setelah pendirian Muhammadiyah dan disusul dengan pembentukan bagian Aisyiyah pada tahun 1917. Gerakan kudung di lingkungan Muhammadiyah inilah yang diangkat sebagai topik pembahasan dalam Tesis ini. Data-data didapatkan melalui sumber pustaka. Sumber utama yang digunakan adalah Soeara Aisijah yang terbit antara tahun 1926-1941. Informasi dikumpulkan dari artikel, foto, dan iklan yang ditampilkan dalam majalah ini. Selain dari Soeara Aisjijah, data-data juga diambil dari media cetak sezaman lain dan wawancara. Gerakan kudung dapat dilihat sebagai bentuk politik identitas proyektif. Melalui gerakan kudung, Muhammadiyah mewacanakan konstruksi baru mengenai perempuan Muslim Jawa yang terhormat, bukan lagi perempuan yang hanya berorientasi pada aktivitas rumah tangga. Perempuan yang beraktivitas di ruang publik tetap dapat menjadi terhormat dengan mengenakan kudung. Hal ini dilegitimasi dengan istilah pakaian menurut cara Islam yang dikenakan pada kudung. Dengan adanya kudung sebagai penjamin kehormatan kesempatan perempuan Muslim Jawa untuk terlibat dalam aktivitas publik kemasyarakatan menjadi lebih terbuka.

KH. Ahmad Dahlan encourages his female students to wear a head covering called kudung. While at that time, kudung normally worn only by women who had done Hajj. Lesson to cover the head with kudung eventually became a movement after the founding of Muhammadiyah in 1912, followed by the forming of women section called Aisyiyah in 1917. The movement of kudung wearing in Muhammadiyah environment will be the topic of this thesis. This research data obtained from literature sources. The main source is Soeara Aisijah magazine published between the years 1926-1941. Information collected from articles, photos and advertisements shown in this magazine. Aside from Soeara Aisjijah, data were also collected from other printed media and interview. From the research, can be concluded that the veiling suggestion conducted by Muhammadiyah until 1942 has passed through three phases. First, the suggestion conducted by K.H. Ahmad Dahlan to his student, and continued by Muhammadiyah in Yogyakarta. In this phase the veiling suggested for organizational regeneration. Second, the issuance of official regulation that ordering the dress code considered to be correct for Muslim women. In this phase veiling become the identity of Muhammadiyah. Third, the phase where there are efforts to put veiling practice in the fashion world. It started with the launching of kudung "boenga seriboemanis" in 1939.

Kata Kunci : Kudung, Muhammadiyah, Soeara Aisjijah, Identitas/ Kudung, Muhammadiyah, Soeara Aisjijah, Identity

  1. S2-2016-322651-abstract.pdf  
  2. S2-2016-322651-bibliography.pdf  
  3. S2-2016-322651-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2016-322651-title.pdf