Laporkan Masalah

INTOLERANSI DALAM WACANA DAN PRAKSIS KEAGAMAAN: KAJIAN FILOLOGI DAN INTERPRETASI ATAS TIGA KARYA NURUDDIN AR-RANIRI (TIBYAN FI MA RIFATIL-ADYAN, CHUJJATUSH-SHIDDIQ LI DAF IZ-ZINDIQ, DAN FATCHUL-MUBIN ALAL-MULCHIDIN)

ADIB SOFIA, Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno ; Dr. Fadlil Munawwar Manshur, M.S.

2016 | Disertasi | S3 Sastra

Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Ini terjadi karena proses Islamisasi yang panjang melalui berbagai faktor, seperti ekonomi, perkawinan, budaya, serta dakwah Islam. Dalam proses dakwah Islam tidak dapat dimungkiri bahwa karya sastra merupakan wacana yang menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan. Akan tetapi, wacana yang ditinggalkan oleh para tokoh saat itu menunjukkan fakta kultural dan sosial bahwa mereka tidak selalu berada dalam harmoni kehidupan beragama. Ketidakharmonisan ini bermula dari perbedaan pandangan Hamzah Fansuri dan Nuruddin Ar-Raniri dalam menjelaskan wujud Allah. Bagi Hamzah Fansuri yang merupakan penganut Wachdatul Wujud, Allah dapat berupa sesuatu apa pun. Sementara itu, yang tertera dalam karya-karya Nuruddin Ar-Raniri, pandangan yang demikian adalah sesat, salah, dan dhalalah. Tibyan fi Ma Rifatil-Adyan, Chujjatush-Shiddiq li Daf Iz-Zindiq, dan Fatchul-Mubin alal-Mulchidin merupakan tiga karya Nuruddin Ar-Raniri yang kuat menunjukkan penentangan keras. Analisis terhadap ketiga naskah tersebut mengedepankan (i) aspek pernaskahan mengenai keberadaan naskah masa lampau pada masa sekarang; (ii) aspek kesastraan mengenai wacana yang menjadi sarana efektif dalam islamisasi di Indonesia; (iii) aspek akidah mengenai keagamaan manusia dalam wacana dan praksis keagamaan masa lalu; dan (iv) aspek perkembangan berpikir manusia mengenai relevansi masa lampau bagi masa sekarang. Sebagai karya masa lampau ketiganya dianalisis secara filologis melalui pencarian naskah, pendeskripsikan naskah, dan penyuntingan naskah. Selanjutnya, dilakukan interpretasi terhadap makna di depan teks, yaitu dengan pre-understanding atau guessing, explanation tahap pertama dengan mendeskripsikan naskah, explanation tahap kedua dengan menjelaskan struktur dan isi teks, dan pemahaman taraf yang lebih tinggi, yaitu comprehension. Analisis sesuai dengan tahapan tersebut menemukan beberapa hal, yaitu (i) terdapat sikap intoleran dalam ketiga karya itu berupa menyatakan diri sendiri paling benar dan pihak yang tidak berpandangan sama adalah sesat, salah, dan dhalalah; menyamakan pihak lain dengan golongan yang berstereotip negatif, seperti kafir, mulchid, zindiq, Majusi, Yahudi, Nashara, Firaun, dan ahli bid ah; melakukan kekerasan verbal dengan pemilihan diksi yang keras, penghinaan, dan pelaknatan; menjatuhkan hukuman kepada pihak lain; serta melakukan pembunuhan kepada pihak lain; (ii) efektivitas tindak intoleransi bergantung pada beberapa hal, yaitu penggunaan dalil keagamaan sebagai dasar legitimasi serta dukungan dari penguasa; (iii) karya-karya masa lampau menunjukkan fakta yang relevan untuk kehidupan masa sekarang dalam masyarakat yang majemuk. Kematangan beragama serta kemampuan untuk melakukan analitis-kritis terhadap dalil-dalil keagamaan merupakan modal untuk mewujudkan kehidupan beragama yang harmonis. Keberadaan Nuruddin Ar-Raniri yang hanya dapat bertahan tujuh tahun di Nusantara, sesuai dengan kondisi saat ini bahwa intoleransi tidak pernah sesuai diterapkan di bumi Indonesia.

Majority of Indonesia population is Moslem. It is caused by the long process of Islamization which passed through various factors, such as economy, marriage, culture, and Islamic propagation. In the process of propagation of Islam, it can not be denied that writings are an effective means to convey messages. However, discourse left by the then-leaders shows cultural and social fact that they were not always in religious life harmony. This disharmony begins with different point of view between Hamzah Fansuri and Nuruddin Ar-Raniri in explaining Allahs wujud. According to Hamzah Fansuri, who was an adherent of Wachdatul Wujud, God can be anything. Meanwhile, as contained in the works of Nuruddin Ar-Raniri, this such a view is misguided, wrong, and dhalalah. Tibyan fi Ma Rifatil-Adyan, Chujjatush-Shiddiq li Daf Iz-Zindiq, dan Fatchul-Mubin alal-Mulchidin are three works of Nuruddin Ar-Raniri which strongly express intolerance. The analysis of those three manuscript prioritizes (i) script aspect, it is about the existence of present manuscript and the past one; (ii) literature aspect, it is about discourse as effective medium for Islamization in Indonesia; (iii) faith aspect, it is about human religiousness in praxis and discourse; and (iv) the development aspect of humans way of thinking. It is about past relevance for present. As the past text, those three are analyzed philologically by script searching, script describing, script comparison and text editing. Furthermore, it was done an interpretation to the meaning in front of the text, which means pre-understanding or guessing, the first stage explanation is script describing, second stage explanation is structure and text explanation, and a higher level of understanding that is comprehension. Based on these stages, several things can be adduced, these are (i) intolerance in the three works is shown in their self-declaration as the truest and those who do not the same view is misguided, wrong, and dhalalah; the other parties were equated with certain stereotypes, such as the heathen, mulchid, zindiq, Zoroastrian, Jewish, Christians, Pharaoh, and heretics; verbal violence is committed with harsh choice of words, humiliation, and cursing; closing the road of peace and prosecuting and punishing; and murder to the others; (ii) effectivity of the intolerance act which is depending on several things, these are the religious content as the basis of legitimacy, and ruler support; (iii) the past works show relevant fact for present life, especially in the life of a nation with a multi-cultural society. Religious maturity and critical-analytical perspective to religious contents are resource to achieve the harmony of religious life. The existence of Nuruddin Ar-Raniri that could only survive for seven years in the archipelago. In accordance to the current condition, intolerance is inconvenient to be applied in Indonesia.

Kata Kunci : wacana, filologi, interpretasi, intoleransi, relevansi , discourse, philology, interpretation, intolerance, relevance

  1. S3-2016-292623-bibliography.pdf  
  2. S3-2016-292623-title.pdf