Pengetahuan mengenai proses terjadinya gempa bumi dapat memberikan gambaran mengetahui potensi bencana di suatu daerah. Manfaat lain adalah dapat dilakukannya prediksi tsunami sebagai upaya mitigasi. Oleh karena itu, studi mengenai bagaimana gempa bumi terjadi, termasuk perambatan rupture-nya, sangat penting untuk dilakukan. Perambatan rupture gempa bumi Sumatra-Andaman pada 26 Desember 2004 diperkirakan berdasar back azimuth menggunakan array seismik pada penelitian ini. Array seismik yang digunakan terdiri dari 20 stasiun pada jaringan seismik broadband F-net, Jepang. Selisih waktu tiba gelombang P pada setiap stasiun dengan stasiun referensi diinversi menggunakan metode least square untuk mendapatkan slowness pada arah x dan y. Selisih waktu tiba gelombang P dihitung dengan dua cara, yaitu pembacaan manual dan korelasi. Back azimuth kemudian dihitung berdasarkan slowness. Tiga belas titik di sekitar hypocenter ke arah utara diasumsikan dan dihitung back azimuth-nya. Titik-titik dengan back azimuth yang hampir sama dengan back azimuth dari pengolahan data seismik diperkirakan sebagai lokasi rupture yang sebenarnya. Kecepatan perambatan rupture kemudian dihitung berdasarkan jarak kumulatif terhadap waktu. Back azimuth diperkirakan kurang lebih 235 dejarat pada 225 s pertama. Nilai yang relatif konstan ini diartikan bahwa selama rentang waktu tersebut rupture merambat tidak jauh dari hypocenter. Ada peningkatan back azimuth hingga 245 derajat pada 225-325 s yang diperkirakan sebagai pergerakan rupture dari selatan (hypocenter) ke utara. Rupture merambat dengan kecepatan 0,6 km/s kemudian meningkat menjadi 4 km/s.

The knowledge of the process of an earthquake can give an idea about the hazard potency in a certain area. The other benefit is allowing a tsunami prediction for hazard mitigation. Therefore, study about earthquake process, including the rupture propagation, is very important. In this research, the rupture propagation of 26 December 2004 Sumatra-Andaman earthquake is estimated as inferred from back azimuth using seismic array. The seismic array consists of 20 stations of F-net, broadband seismic network in Japan. The arrival time difference of P wave of each station and reference station is inverted using least square method to obtain slowness in x and y direction. Two methods (manual reading and correlation) are employed for calculating tthe arrival time difference. The back azimuth is then calculated based on the slowness. Thirteen points around the hypocenter to the north are assumed and their back azimuth is computed. The points having similar back azimuth with the one from the seismic data is estimated to be the real rupture location. Lastly, the rupture propagation velocity is calculated based on the cumulative distance over time. The estimated back azimuth is about 235 degree at the first 225 s. The relative constant back azimuth indicates that the rupture does not propagate too far from the hypocenter. There is an increase of back azimuth up to 245 degree from 225-325 s which is assumed as the propagation of the rupture from south to north. The velocity of the rupture propagation is initially 0,6 km/s and then rises up to 4 km/s.

Kata Kunci : gempa bumi Sumatra-Andaman 2004, perambatan rupture, back azimuth, array seismik/ the 2004 Sumatra-Andaman earthquake, rupture propagation, back azimuth, seismic array