Laporkan Masalah

UANG DALAM KONTESTASI POLITIK: STUDI ETNOGRAFI PRAKTEK POLITIK UANG DALAM PEMILUKADA DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2011

Fatih Gama Abisono Nasution, Dr. Ari Dwipayana, M.Si

2013 | Tesis | S2 Politik dan Pemerintahan

Studi ini hendak memulai suatu lukisan etnografis tentang kebudayaan, uang dan politik dalam arena politik modern: pemilu. Fokus kajian ini, mengkaji pemaknaan warga terhadap praktek politik uang (money politics) dalam Pemilukada di Kota Yogyakarta 2011 yang secara khusus hendak menjawab makna di balik praktek jual beli suara. Sejauh ini penjelasan tentang pasar politik uang berfokus pada sisi permintaan dalam praktek vote buying. Sementara, sisi penawaran melalui praktek vote selling oleh warga nyaris tak tersentuh dalam kajian uang dan politik. Sedangkan pemilihan lokasi ialah di RW 16, Kelurahan Prawirodirjan, Yogyakarta yang dipilih berdasarkan pertimbangan: (1) kampung ini berada di pinggiran Kali Code yang padat, (2) masyarakat di kampung ini mewakili karakter urban pinggiran yang tergolong miskin sehingga menjadi sasaran untuk membagikan uang, dan (3) aspek teknis guna mempermudah penelitian ini dapat dilakukan dengan tenggat waktu yang memadai. Dalam kajian ini, penulis menemukan kuasa uang dalam arena kontestasi politik tidak dapat bekerja seperti dalam pengandaian transaksi komersial. Tidak linearnya kuasa uang dalam pasar suara berakar dari nature pasar suara yang bersifat limitatif terhadap praktek pemberian imbalan. Limitasi pertama berupa hambatan obyektif berupa norma legal. Bagaimanapun juga, suara pemilih tidak dapat diperlakukan sebagai komoditas legal yang dapat dipertukarkan dengan sejumlah rupiah. Limitasi berikutnya, limitasi subyektif hadir dalam bentuk konteks kultural-historis. Lanskap budaya masyarakat Ledok Prawirodirjan berupa polarisasi kekuatan kultural di Ledok Prawirodirjan secara factual justru menghambat perluasan praktek-praktek pembelian suara secara massif dalam pasar suara. Di lokasi kajian, penulis menemukan bekerjanya tiga nalar yang membentuk makna uang dalam politik dalam pandangan warga yakni perspektif eksistensial, perspektif instrumental dan nalar kewajaran. Hasil kajian ini menemukan bahwa dua nalar pertama tidak menjadi nalar dominan warga dalam membentuk makna beserta preferensi politik warga. Nalar eskistensial hanya bekerja pada kalangan yang terbatas. Sementara nalar instrumental hanya digunakan oleh sedikit warga dalam menyikapi politik uang. Sedangkan nalar kewajaran menjadi nalar mainstream warga. Meski demikian, preferensi politik warga dengan nalar ini tidak ditentukan oleh pemberian imbalan yang memiliki akar berupa referensi pemilih terhadap kandidat yang memuat kedekatan figur kandidat dengan pemilih di Ledok Prawirodirjan. Temuan tersebut mengukuhkan tesis yang ingin dibangun dalam kajian ini bahwa tidak ada tafsir tunggal tentang makna praktek politik uang. Adanya pandangan dominan bahwa nalar instrumentaldeterministik yang diterima sebagai cara tunggal memahami bekerja uang dalam politik hanya mendorong simplifikasi tentang apa yang sesungguhnya bekerja dibalik proses politik yang tengah berlangsung. Hadirnya nalar eksistensial, dan dalam pergumulannya dengan nalar instrumental justru memunculkan nalar hybrid yakni nalar yang disebut sebagai nalar \"kewajaran\" semakin menunjukkan bahwa skema penawaran dan permintaan dalam pasar suara melalui praktek pemberian imbalan oleh kandidat bersifat asimetrik. Refleksi teoritik yang dapat dipetik dari temuan kajian ini menguatkan bahwa nalar instrumentaldeterministik yang elitis tidak sepenuhnya membentuk preferensi tindakan warga. Kajian ini justru memperlihatkan, pemilih memiliki cara tersendiri dalam membangun preferensi tindakannya. Pilihan warga justru dimulai dari keyakinan politik pemilih yang dibangun dari proses kultural yang menyejarah yang bekerja dalam lanskap budaya spesifik. Hal ini bermakna, pilihan politik warga tidak sepenuhnya didefinisikan dalam ukuran-ukuran ekonomistik. Refleksi tersebut munculkan implikasi praktis tentang peluang perekayasaan dalam memperbaiki kualitas representasi melalui proses elektoral.

-

Kata Kunci : pilkada, money politics


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.