Laporkan Masalah

Pelaksanaan Undang-Undang Informasi dan Traksaksi Elektronik :: Studi terhadap konsisten peraturan perundang-undangan informasi dan transaksi elektronik dan hambatan penerapannya

KARA, Muhamamd Yasin, Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S

2010 | Tesis | S2 Magister Hukum

Penegakan hukum terhadap perbuatan melawan hukum teknologi informasi tidak lagi dapat dilakukan melalui pendekatan sistem hukum konvensional. Paling tidak ada 4 (empat) faktor yang menyebabkannya; pertama, kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh teritorial suatu negara; kedua, aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari berbagai penjuru dunia; ketiga, pembuktian data elektronik belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia; keempat, transaksi e-commerce telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Berkaitan dengan hal itu, penelitian ini difokusikan pada 3 (tiga) permasalahan, yaitu: (1) latar belakang dan urgensi pembentukan Undang-Undang ITE; (2) konsistensi peraturan perundang-undangan yang mengatur informasi dan transaksi elektronik; (3) hambatan apa yang dihadapi dalam penerapan Undang-Undang ITE. Hasil penelitian ini menunjukkan; pertama, berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang siber, maka pengaturan dan penegakan hukumnya tidak dapat menggunakan prinsip-prinsip hukum tradisional, DPR bersama Pemerinatah berpandangan bahwa kegiatan dalam cyberspace diatur oleh hukum tersendiri. Kegiatan siber meskipun bersifat virtual tetapi dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat dikualifikasi dengan menggunakan ukuran konvensional untuk sesuatu dapat dijadikan obyek hukum, sebab jika cara ini ditempuh, akan terlalu banyak objek dan hal-hal yang akan lolos dari jerat hukum. Kegiatan siber adalah kegiatan virtual tetapi berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Undang-Undang ITE telah menjadi payung hukum bagi penyelenggaraan kegiatan transaksi elektronik yang diharapkan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam menggunakan tekhnologi informasi.; kedua, Undang-Undang ITE belum sepenuhnya konsisten dengan peraturan perundangundangan lain yang terkait dengan informasi dan transaksi elektronik. Dalam posisi UU ITE sebagai lex specialisi tentang informasi dan transaksi elektronik keberadaannya akan optimal jika adanya pemahaman yang memadai mengenai harmonisasi terhadap undangundang organik yang lain, seperti Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Penyiaran, dan KUH Perdata. Dalam rangka menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan, maka titik tekannya seharusnya pada hak, validitas informasi dan hak bertransaksi; ketiga, penerapan Undang-Undang ITE menghadapi beberapa hambatan, antara lain pembentukan peraturan pemerintah, pembentukan lembaga yang akan melaksanakan secara teknis Undang-Undang ITE dan kemampuan aparat hukum .

Law enforcement for the act against the law related to information technology can no longer be done through the legal system of conventional approaches. There are at least 4 (four) factors that caused it; first, its activities can no longer be limited by a country's territorial secondly, access can easily be done from across the world; third, electronic data verification has not accommodated in the Indonesian legal system; fourth, ecommerce transactions have become part of national and international commerce. In connection with this, the study focus in 3 (three) problems, namely: (1) background and the urgency of the establishment of ITE Law; (2) consistency in laws and regulations governing electronic transactions and information; (3) what obstacles encountered in the implementation of ITE Act. The results of this study indicate, first, based on the specific characteristics found in cyber space, the setting and enforcement can not use the principles of traditional law. Both of Parliament and government have the same view that activity in cyberspace should be governed by separate laws. Activities in cyber even categorized as virtual but although classified as real legal actions. Legally activities in cyber space can not be qualified by using conventional measures for stated thing as a legal object, because if conventional method adopted, would be too many objects and things that would escape from the snare of the law. Cyber activity is the activity of a virtual but very real impact, although the evidence is an electronic device. ITE Act has become a legal umbrella for the implementation of electronic transactions is expected to provide legal certainty for the community in the use of information technology.; Second, ITE Act is not fully consistent with other laws and regulations associated with electronic information and transactions. In the position as the lex specialist of information and electronic transactions, the existence of ITE Act will be optimal if there is an adequate understanding in harmonization with the other organic law, such as the Law on Consumer Protection, Broadcasting Law, and Civil Law. In order to create a harmonization of legislation, then the point should be on about the right, the validity of information and the right to do transaction; third, the application of the ITE Law face several obstacles, including the establishment of government regulations, establishment of institutions that will implement technically ITE Law and the ability of law enforcement agencies.

Kata Kunci : Pelaksanaan,Undang,undang,Informasi,Transaksi elektronik, Law enforcement for the act against the law related to information technology can no longer be done through the legal system of conventional approaches. There are at least 4 (four) factors that cau


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.