Bentuk, fungsi, dan makna simbolis motif kain batik Sidomukti gaya Surakarta :: Kontinuitas dan perubahannya
LAKSMI, V. Kristanti Putri, Prof. Dr. R.M. Soedarsono
2008 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni RupaPerjanjian Giyanti, yang terjadi pada tahun 1755, mengakibatkan kerajaan Mataram terbagi menjadi dua bagian yang hampir sama, yaitu kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan timbulnya dua gaya seni yang berbeda yaitu gaya Surakarta dan Yogyakarta. Namun karena kedua gaya tersebut berasal dari sumber yang sama, maka perbedaan yang ada hanya terbatas pada variasi cengkok dan ornamentasinya saja. Motif batik Sidomukti, salah satunya yang berasal dari pengembangan motif batik Sidomulyo latar putih, dan dikembangkan oleh Sunan Paku Buwana IV dengan mengisi latar putih tersebut dengan isen-isen ukel. Motif batik ini, memiliki empat motif utama dan motif pengisi (tambahan). Motif utama terdiri dari: pohon hayat, sayap tunggal garuda (lar), bangunan (candi), dan binatang (kupu-kupu), sedangkan motif pengisi (tambahan) terdiri dari: motif sawah, yang berbentuk kotak (bujursangkar atau persegi), dan isen-isen ukel. Masing-masing motif memiliki makna filosofis tertentu yang berkaitan dengan fungsi kain motif batik Sidomukti itu sendiri. Fungsi motif ini adalah sebagai salah satu busana pengantin dalam komunitas keraton Kasunanan Surakarta. Namun, pada saat pemerintahan Sunan Paku Buwana X terjadi perembesan dan perubahan dalam bidang seni budaya secara besarbesaran, serta bersifat barokisasi, maka bentuk motif batik Sidomukti bertambah menjadi delapan motif, yang kemudian disebut sebagai hasthabrata. Bertambahnya motif cenderung bertujuan untuk lebih menyempurnakan wejangan yang terdapat dalam motif batik Sidomukti terdahulu. Pada saat itu, tidak hanya bentuk dan makna simbolis motif batik Sidomukti yang berubah, namun fungsipun berubah. Perubahan fungsi motif batik Sidomukti selain berupa busana pengantin di luar komunitas keraton, juga berupa produk cenderamata, elemen interior, merek dagang, dan sebagainya. Perubahan ini terjadi disebabkan adanya perubahan zaman, pergantian generasi, pengaruh kebudayaan Barat, dan kebutuhan masyarakat modern. Meskipun telah terjadi perubahan, namun hingga saat ini keberadaan motif batik Sidomukti gaya Surakarta berikut tatanan ageman dalam komunitas keraton tetap dipertahankan dan dilestarikan eksistensinya.
The Giyanti agreement in 1755 has divided Mataram into 2 kingdoms which are almost the same, Surakarta and Yogyakarta. It rose 2 different style of arts, Surakarta and Yogyakarta. Yet, both came from the same source, the difference only laid on the variant of tortuous and ornament. One of them is the motif of batik Sidomukti, which came from the development of the white screen motif of Sidomulyo, and developed by Sunan Paku Buwana IV who filled that white screen with accent of ukel (isen-isen ukel). This motif has 4 main and stuffing (additional) motifs. The main motifs consist of: tree of life, single garuda’s wing (lar), construction (temple), and animal (butterfly); meanwhile, the stuffing (additional) motif consist of: rice field motif with square form and contents of ukel accent. Each motif has certain philosophical meaning related to the motif function of batik Sidomukti itself. This motif functioned as one of wedding dress in the community of Keraton Kasunanan Surakarta. However, the vast and Baroque infiltration and transformation in cultural art which happened in the era of Sunan Paku Buwana X made the motif of batik Sidomukti increased into 8 motifs, so called hasthabrata. The increasing of those motifs tend to complete the advices on the former motif. All the time, it was not only the model and symbolical function of batik Sidomukti has transformed, but also the function. Beside the wedding dress outside the keraton community, the transformation function of batik Sidomukti also formed in souvenir, interior element, trade mark (brand), etc. This transformation caused by times alteration, generation succession, western culture effect and the need of modern society. But even though it has transformed, the existence of batik Sidomukti in Surakarta style along with ageman structure is still persisted and preserved in the community.
Kata Kunci : Perbedaan gaya seni,Isen,isen ukel,Motif batik Sidokmukti gaya Surakarta,Ageman, the different style of arts, accent of ukel, batik Sidomukti in Surakarta style, ageman