Laporkan Masalah

Fenomena Sampradaya dalam dinamika agama Hindu di Bali

WIDIANA, I Gusti Putu Gede, Prof.Dr. J.B. Banawiratma

2007 | Tesis | S2 Ilmu Perbandingan Agama

Tulisan ini mengambil tema tentang fenomena sampradaya yang mewarnai dinamika agama Hindu di Bali. Tema ini diangkat karena masih sedikitnya tulisan-tulisan yang mengulas fenomena sampradaya dari sudut pandang ilmu sosial. Untuk itu, penulis berharap dapat mengungkap beberapa hal yang berkenaan dengan dinamika sosial religius masyarakat Hindu di Bali akibat kehadiran sampradaya sejak paruh ke dua abad 20. Dalam tulisan ini dipaparkan tentang ciri-ciri tiga sampradaya, respon masyarakat Bali terhadap kehadirannya, dan pengaruh sampradaya terhadap lembaga Parisada dan lembaga Desa Pekraman. Penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pengamatan langsung di lapangan. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan para penganut sampradaya dan orangorang yang mengenal sampradaya tetapi bukan penganut sampradaya. Peneliti juga turut berpartisipasi sebagai observer dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh ketiga sampradaya yang menjadi objek penelitian. Untuk memahami pengaruh sampradaya terhadap lembaga Parisada dan lembaga desa pekraman, peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen liputan media massa yang berisi informasi tentang pengaruh sampradaya terhadap kedua lembaga tersebut. Selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap data yang telah ditemukan dengan pendekatan antropologi agama. Dari penelitian yang telah dilakukan ditemukan fakta-fakta bahwa kehadiran sampradaya telah menimbulkan beragam persepsi dalam masyarakat Hindu di Bali yang secara umum terbagi tiga. Sebagian masyarakat menyambut kehadirannya dengan harapan dapat menemukan landasan keyakinan religius yang lebih mantap, sebagian masyarakat bersikap acuh tak acuh, dan sebagian yang lain mencurigai kehadiran sampradaya akan berpengaruh negatif terhadap tatanan agama Hindu-Bali yang telah dijalani secara turun-temurun selama berabad-abad. Titik puncak penolakan masyarakat terhadap kehadiran sampradaya adalah dilarangnya aktivitas salah satu sampradaya oleh pemerintah pada tahun 1984. Kecurigaan sebagian kalangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan sampradaya di Bali juga mewarnai kinerja lembaga Parisada. Akibatnya, dalam sebuah mahasabha atau musyawarah umum yang dilakukan secara periodik, terjadi perbedaan yang tajam antar peserta pertemuan menyangkut sikap Parisada terhadap sampradaya. Sebagian ingin mengakomodasi keberadaan sampradaya dan sebagian yang lain menolak sikap tersebut. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa kehadiran sampradaya di Bali telah menimbulkan perbedaan pendapat dalam masyarakat dan dalam institusi Parisada yang bertugas mengayomi umat Hindu di Indonesia.

The topic of this paper is the phenomenon of sampradayas within Hinduism in Bali. Until now, very few social researchers have taken them into account. Therefore, I hope that I can disclose some important things related to social religious dynamics of the Balinese Hindu community since the appearance of sampradayas in the second half of the 20th century. The paper will explain the characteristics of three sampradayas, the response of Balinese Hindu to them, and their influence on the institution of Parisada and the institution of Desa Pekraman. The research is qualitative, using field observation, interviews with the respondents, participation in their activities, and collecting other important data. To understand the influence of sampradayas on the institution of Parisada and the institution of Desa Pekraman I collected information, which was reported and documented by the mass media. Then, I analyzed the data using the anthropology of religion’s theory. In the field I find the facts that the appearance of sampradayas have caused different perceptions among Balinese Hindus, which generally can be separated into three types: those who accept the sampradayas as a spiritual messenger; those who ignore the existence of sampradayas; and those who are suspicious about their appearance, that they would be harmful to the Balinese Hindu order, which is handed down from generation to generation. The culminating point of that rejection is that the government banned a sampradaya in 1984. The suspicion was also present inside the religious institution of Hindu community, the Parisada, which manifested in the mahasabha or the general meeting. The attendants of the meeting did not come to an agreement as to Parisada’s attitude toward sampradayas. On one side, some went Parisada to facilitate the sampradayas while the other side is the opposite. The conclusion is that the appearance of sampradayas in Bali has been causing different opinions within the society and within the institution of Parisada.

Kata Kunci : Agama Hindu,Sampradaya,Masyarakat Hindu Bali,sampradaya, dynamics, Hinduism, Balinese culture


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.