Penelitian ini berangkat dari pertanyaan; pra-kondisi apa yang menyebabkan munculnya gerakan menuntut Riau merdeka, faktor apa yang paling signifikan menyebabkan munculnya gerakan menuntut Riau merdeka, dan akankan terjadi eskalasi gerakan melihat trend yang terjadi akhir-akhir ini. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif yakni berusaha menggambarkan suatu fenomena sosial secara terperinci sesuai dengan keadaan sebenarnya. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, dokumentasi berupa catatan resmi, dokumen, artikel ilmiah, laporan media massa serta data-data lainnya, dan observasi dengan melakukan pengamatan secara langsung beberapa fenomena secara sekilas dengan tujuan memperkuat analisis. Penelitian ini menemukan hal-hal sebagai berikut; pertama, munculnya gerakan menuntut Riau merdeka adalah akumulasi persoalan selama ini terutama pembagian rezeki yang kurang adil sebagai akibat politik sentralisasi. Kekecewaan tersebut termanifestasi dalam bentuk perlawanan daerah. Perlawanan ini karena daerah merasa kekayaan sumberdaya alamnya dirampas oleh pusat tanpa mendapatkan hak yang layak bagi daerah (deprivasi relatif). Kedua, seperti halnya gerakan berbasis kedaerahan pada masa Orde Lama, munculnya Gerakan Riau Merdeka dipicu oleh kriris politik nasional sebagai akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Meluasnya tuntutan yang dimotori oleh gerakan mahasiswa untuk melakukan perubahan di segala bidang berakhir dengan runtuhnya rezim autoritarian Orde Baru. Momentum di mana negara dalam keadaan lemah ini dimanfaatkan oleh aktor-aktor gerakan di Riau untuk menuntut bagi hasil minyak antara pusat-daerah. Ketiga, tuntutan bagi hasil minyak tersebut mendapat respon positif dari Presiden Habibie dan berjanji akan dikabulkan dalam masa dua bulan. Sampai dengan tenggat waktu yang dijanjikan tuntutan tersebut tidak dikabulkan sehingga membuat aktoraktor gerakan yang mengatasnamakan Gerakan Pers Kampus dan beberapa intelektual mencetuskan ide memerdekakan Riau. Militer sebagai representasi negara cenderung hati- hati dalam menangani isu disintegrasi karena posisinya yang kurang menguntungkan. Untuk konteks Riau, Kol (inf) Muhammad Gadillah, orang Riau pertama yang menjadi Danrem, sehingga memiliki ikatan emosional karena ia tahu keadaan Riau sebenarnya justru selama bertugas di Riau. Ia selalu memberi dukungan secara pasif (sekutu) sehingga gerakan ini menjadi luas. Penelitian ini memandang bahwa persoalan hubungan pusat-daerah akan terus mengalami pasang surut selama cara pandang antara Pusat dan Daerah terhadap format politik nasional terutama menyangkut otonomi daerah memiliki perbedaan yang tajam.

This study was started from the question: what pro and contra is causing the movement to prosecute independent Riau? What are the most significant factors affecting the emergence of prosecuting movement of independent Riau? And, will it be movement escalation seeing the trend happening recently? The method in this study was descriptive qualitative, trying to reflect a social phenomenon in detail according to the real condition. The data was collected through deep interview, documentation in the form of formal record, document, scientific article, mass media report, and other data, and observation by examining directly several phenomena simultaneously aiming to strengthen the analysis. This study found the following things: First, the emergence of movement prosecuting independent Riau was the accumulation of problems so far, mainly not evenly profit sharing as the result of centralization, so that it caused unbalanced economic structure of infrastructure between Java and outside Java. This disappointment was manifested in the form of local fight. This fight was because the local authority felt that their natural resource treasures were seized by central government without getting their rights reliable for district (relative deprivation). Second, s imilar with the movement based on district level in the Old Regime period, the emergence of Riau Independence Movement was triggered by the national political crisis as the result of prolonged economic crisis. The spread of prosecution promoted by college student’s movement to carry out change in all departments ended in the collapse of New Regime authoritarian. The momentum, in which the country was in this weak condition, was used by the actors of movement in Riau to prosecute for petroleum profit sharing between the central and local. Third, the demand for petroleum profit sharing got positive response from President Habibie and promised to manifest the demand within two months. At the deadline, the demand was not manifested so that it made the movement actors, working for Gerakan Pers Kampus and several intellectuals revealing ideas to make Riau independent. This idea, from time to time, was getting wider and wider because the central was disoriented in managing local dispute after the collapse of New Regime. Army, as the representation of the nation tended to work carefully in handling the issue of disintegration because of its unbeneficial position. For the context of Riau, Kol (inf) Muhammad Gadillah, the first Riau people becoming Danrem, so that he ha d emotional relationship because he knew the true Riau condition just in his working period in Riau. He always gave support passively (ally) so that this movement was getting wider and wider. This study viewed that the problem of central and local relationship will continuously have high and low tide, as long as the view between the Central and Local toward the national political format, mainly concerning the local autonomy had sharp difference.

Kata Kunci : politik sentralisasi, deprivasi relatif, gerakan berbasis kedaerahan, negara lemah, aktor-aktor, sekutu pasif, centralization politic, relative deprivation, local-based movement, weak country, actors, passive ally