Laporkan Masalah

Eksistensi Keadilan Sosial dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif di Kota Yogyakarta

ASAL WAHYUNI ERLIN MULYADI, Prof. Dr. Yeremias T Keban, MURP; Dr. Bevaola Kusumasari, MSi

2019 | Disertasi | DOKTOR MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Keadilan sosial merupakan pilar keempat dalam administrasi publik yang selama ini terpinggirkan dibandingkan ketiga pilar lainnya yaitu ekonomi, efektifitas, dan efisiensi. Hasil telaah literatur, termasuk mengenai hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan beberapa bukti kuat tentang ketertinggalan pilar keadilan sosial yang merupakan pilar keempat dalam administrasi publik. Hasil penelitian mengenai pilar ini dilaporkan sangat sedikit, dan mayoritas mengenai gender dan ras. Pendidikan merupakan hak dasar dari setiap warga negara, dan kebijakan pendidikan telah menjamin hal ini. Artinya, aspek keadilan sosial merupakan nilai dasar dalam kebijakan pendidikan, terutama dalam pendekatan bidang pelayanan terkini yaitu Kebijakan Pendidikan Inklusif melalui Permendiknas nomor 70 tahun 2009. Pendidikan inklusif merupakan pendidikan bagi semua tanpa diskriminasi pada siapapun dengan alasan apapun. Kedua hal ini, ketertinggalan kajian keadilan sosial dalam administrasi publik serta kebijakan pendidikan inklusif yang mengusung keadilan sosial sebagai tujuan kebijakan, menjadi ide dasar penelitian yang berjudul Eksistensi Keadilan Sosial dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif di Kota Yogyakarta ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi keadilan sosial (social equity) dalam implementasi kebijakan pendidikan inklusif serta menemukan indikator social equity dalam kinerja kebijakan. Secara lebih spesifik, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ruang lingkup dan makna keadilan sosial yang mendasari kebijakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta, mengetahui pemahaman keadilan sosial dari pemangku, pelaksana, dan penerima kebijakan serta tipologi keadilan sosial dalam implementasi kebijakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta, dan mengetahui penerapan keadilan sosial dalam penyelenggaraan pendidikan di Kota Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Informan penelitian ini adalah pelaksana kebijakan pendidikan inklusif yang meliputi kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan. Selama proses pengumpulan data, triangulasi dilakukan antar informan dan juga dengan informan terkait yaitu siswa, orang tua siswa, komite sekolah, dan staf Dinas Pendidikan. Penelitian dilakukan di 12 sekolah dasar dan menengah di Kota Yogyakarta yang merupakan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 12 SPPI yang merupakan lokasi penelitian ini terdiri dari 4 SMA, 4 SMP, dan 4 SD yang masing-masing terdiri dari 2 sekolah negeri dan 2 sekolah swasta. Pelaksanaan penelitian dilakukan setelah mendapatkan izin penelitian dari instansi yang berwenang. Hasil penelitian ini menegaskan argumentasi awal peneliti bahwa diperlukan pemahaman yang komprehensif mengenai konteks keadilan sosial (social equity) dalam kebijakan publik termasuk dalam kebijakan pendidikan inklusif, dan bahwa sangat penting untuk menjadikan keadilan sosial sebagai indikator kinerja kebijakan publik. Pertanyaan utama penelitian tentang mengapa kebijakan pendidikan inklusif belum mampu mewujudkan keadilan sosial (social equity) dijawab dengan tiga hasil temuan utama penelitian ini. Pertama, bahwa konteks keadilan sosial dalam kebijakan pendidikan inklusif (Permendiknas 70/2009) yang menjadi acuan utama petunjuk teknis penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta ini masih terbatas pada pelayanan peserta didik penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus. Konteks keadilan sosial (social equity) dalam landasan kebijakan pendidikan inklusif masih diartisempitkan serta masih memuat paradigma segregasi dan integrasi. Kedua, dalam implementasinya eksistensi keadilan sosial belum sepenuhnya inklusif. Penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta dapat dikategorikan dalam tipe keadilan sosial yang kedua yaitu persamaan proporsional (segmented equalities). Walaupun pemahaman pelaksana dan penerima kebijakan juga mencakup persamaan bagi semua (individual equalities) dan juga persamaan kelompok (block equalities), implementasi kebijakan pendidikan inklusif masih cenderung integratif. Tipe keadilan sosial block equalities menunjukkan layanan pendidikan segregasi, segmented equalities menunjukkan layanan pendidikan integrasi, dan individual equalities menunjukkan layanan pendidikan inklusif. Implementasi kebijakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta yang tergolong dalam tipe segmented equalities atau persamaan proporsional menjadi jawaban terhadap belum terwujudnya capaian keadilan sosial melalui kebijakan pendidikan inklusif. Ketiga, ditemukannya praktik diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan menjadi temuan penelitian yang juga mendukung argumentasi awal penelitian ini. Selain persoalan diskriminasi dalam isu disabilitas, beberapa persoalan diskriminasi dalam layanan pendidikan yang ditemukan di Kota Yogyakarta ini yaitu penolakan siswa karena kondisi kesehatan dan pemberhentian siswi karena kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Belum mampunya kebijakan pendidikan termasuk kebijakan pendidikan inklusif mewujudkan keadilan sosial yang menjadi landasan utama dari kebijakan publik menjadi bukti dasar tentang pentingnya pilar keadilan sosial (social equity) dalam administrasi publik dan mendukung untuk menempatkan keadilan sosial sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam indikator pengukuran kinerja kebijakan publik. Kata Kunci: Keadilan sosial, pilar adiministrasi publik, kebijakan pendidikan inklusif

Social equity is the fourth pillar of public administration which is still underdeveloped compared to the other three pillars: economy, effectiveness and efficiency. The results of the literature reviews and previous studies show strong evidences about the lack of the study on social equity which is the fourth pillar of public administration. Research on this pillar are reported less than 5% and the majority of the topics are gender and race. Education is a basic right of every citizen as also guaranteed under the education policy. Social equity is a basic value in education policy, especially in the current approach to the field that is the Inclusive Education Policy through Permendiknas 70 of Year 2009. Inclusive education is education for all without discrimination for anyone regardless their circumstances. These two points of view, the important study of social equity in public administration and inclusive education policies promoting social equity as the policy goals, are the basic ideas of proposing this study entitled �The Existence of Social Equity in the Implementation of Inclusive Education Policies in Yogyakarta City�. This study aims to find out the existence of social equity in the implementation of inclusive education policies and determine social equity indicators in a policy performance. More specifically, the purpose of this study is to determine the scope and meaning of social equity underlies in the policy of inclusive education, to know the understanding of stakeholders, implementers, and recipients of the policies, as well as the typology of social equity in the implementation of inclusive education policies, and to determine the application of social equity in the implementation of education in Yogyakarta city. This study applied a qualitative approach performing a data collection using interviews and Focus Group Discussion (FGD). The informants of this study were implementers of inclusive education policies including principals, teachers, and education staff. During the data collection process, a resources triangulation was carried out among the informants as well as other relevant informants: the students, parents of students, school committees, and staff of the Education Office. The study was conducted in 12 secondary schools in the city of Yogyakarta which are appointed as the the Inclusive Education School or Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) under the Decree of the Head of the Yogyakarta Education Office. Out of the 12 selected SPPI, 4 are high schools, 4 are junior high schools, and 4 are elementary schools which consisted of 2 public schools and 2 private schools for each of them. The research was performed after obtaining the research permits from the government authority in the city of Yogyakarta. The results of this study confirm the initial argumentation of the researcher that a comprehensive understanding and assessment on the context of social equity in a public policy, including in the policy of inclusive education is needed, and that it is very important to include social equity as an indicator of public policy performance. The main research question of this study on why the inclusive education policy has not yet succeeded in realizing social equity can be explained by the three main findings. First, the context of social equity in the policy of inclusive education, Permendiknas 70/2009, which is the main reference, is found to be limited to the services of students with disabilities or children with special needs. The context of social equity in the inclusive education policy is in viewed a narrow perspective and with segregation and integration paradigm, despite the same time it is realized that this inclusive policy is an affirmative and dynamic policy. Second, the concept of social equity has not been fully inclusively implemented. The implementation of inclusive education policy in the city of Yogyakarta can be categorized as the second type of social equity i.e. the segmented equalities. Regardless the findings of the type of equality for all (individual equalities) and block equalities, the implementation of the policy of inclusive education in the city of Yogyakarta still tends to be integrative. Third, the result of this study also shows discrimination practices in the implementation of educational policy which also support the initial argumentation of this research. In addition to the issue of discrimination in disability issues, other inequality issues of education services in Yogyakarta city are student rejection due to health conditions and student dismissal due to unwanted pregnancy. The inability of education policies including the policy of inclusive education to realize social equity which is the main elements of public policy become an evidence-base on the importance of social equity pillars in public administration and supports to put social equity as an integral part of indicators measurement in the public policy performance.

Kata Kunci : social equty, pillar of public administration, policy of inclusive education

  1. S3-2019-352928-abstracts.pdf  
  2. S3-2019-352928-bibliography.pdf  
  3. S3-2019-352928-tableofcontents.pdf  
  4. S3-2019-352928-title.pdf