Laporkan Masalah

TOPONIMI DESA-DESA DI MALANG

AMBARISTI HERSITA M, Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A.

2018 | Tesis | S2 Ilmu Linguistik

Penelitian tentang nama-nama tempat sangat menarik untuk dikaji. Selain karena bisa memperkaya pengetahuan kebahasaan tentang bentuk dan makna, namun juga bisa menjadi sarana memperluas pengetahuan sosial dan budaya. Hal ini dikarenakan setiap nama memiliki latar belakang cerita yang berbeda-beda. Penelitian toponimi desa ini tidak terlepas dari unsur alam dan unsur masyarakat sekitar. Pengaruh unsur alam dapat dilihat dari pemberian nama berupa nama-nama gunung, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Penamaan dengan melibatkan unsur masyarakat bisa dilihat dari adanya pengadopsian nama dari sebuah profesi yang digeluti oleh masyarakat sekitar. Data pada penelitian ini dipilih sebanyak 172 nama desa, didapatkan dari lima kecamatan di Kota Malang dan sepuluh kecamatan di Kabupaten Malang. Pemilihan kecamatan sesuai dengan urutan yang ada dalam situs resmi Kota Malang dan Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan metode linguistik dengan bentuk kualitatif. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori penamaan Yayat Sudaryat. Yayat Sudaryat memiliki konsep praktis dalam pengklasifikasian penamaan berdasarkan aspek pembangunnya. Hal ini sejalan dengan dugaan bahwa penamaan sebuah tempat memang diberikan berdasarkan aspek-aspek tertentu yang terdapat di daerah tersebut. Ada tiga permasalahan yang akan dijawab pada penelitian ini. Pertama bentuk satuan kebahasaan dalam toponimi desa-desa di Malang. Kedua makna dan kategorisasi toponimi desa-desa di Malang. Ketiga yaitu aspek sosial dan budaya pada toponimi desa-desa di Malang berdasarkan makna toponimi. Setelah dianalisis (1) bentuk satuan kebahasaan yang ditemukan pada toponimi desa-desa di Malang adalah berupa kata monomorfemis dan kata polimorfemis. Kata polimorfemis yang ditemukan berupa afiksasi, preposisi, reduplikasi dan kata majemuk. (2) Berdasarkan hasil analisis makna yang dilakukan, kategori makna toponimi desa di Malang terdiri atas: a) aspek perwujudan yang terdiri dari wujud air, wujud muka bumi atau geomorfologi, flora, fauna, dan adopsi unsur benda alam, b) aspek kemasyarakatan berupa harapan, profesi, kegiatan, dan unsur bangunan, c) aspek kebudayaan berupa folklor dan mitologi, d) aspek lain berupa mata angin, posisi, ukuran, dan angka. (3) Dengan mengacu pada kategorisasi toponimi maka aspek sosial dan budaya yang ditemukan sebagai faktor pendorong toponimi desa di kota dan kabupaten Malang adalah a) cerita masyarakat, b) doa dan harapan masyarakat, c) kesantunan, d) penjajahan, dan e) kondisi alam

Research on toponymy is indeed interesting to conduct. Besides being able to add our linguistic knowledge of forms and meaning, such research is one of media to broaden our social and cultural understandings. Those abilities are due to the fact that every name brings different historical background. Research on village toponymy is closely related to natural and social elements nearby. Influences of natural elements can be observed from the name giving that mostly takes names of mountain, animal, and plants. Toponymy involving social elements can be analyzed by adoption of profession names by people around. The data of this research were 172 village names taken from five sub districts in Malang City and ten sub districts in Malang Regency. Those sub districts were selected in accordance with the fixed naming order at the official websites of Malang City and Malang Regency. This research applied the linguistic method with the qualitative form. The data were analyzed by using toponymy theories by Yayat Sudaryat that came with a practical concept of toponymy classification based on development aspects. This is in line with the argument suggesting that toponomy is determined based on certain aspects existing at the place. The researcher proposed three questions in this research. The first problem concerned was the linguistic unit of toponymy of villages in Malang. The second problem was the toponymy categorization of villages in Malang. The third problem was the social and cultural aspects of toponymy of villages in Malang based on the toponymy meaning. After conducting the analysis, the researcher figured out that (1) linguistic units found in the toponymy of villages in Malang were in forms of monomorphemic and polimorphemic words. Polimorphemic words found were in forms of affixation, preposition, reduplication, and compound words; (2) based on analysis on the meaning, the toponimy category meaning of villages in Malang were: a) embodiment aspects consisting of the form of water, the form of surface of the Earth or geomorphology, flora, fauna, and the form of adoption of natural elements; b) social aspects in forms of hope, professions, activities, and building elements; c) cultural aspects in forms of folklore and mythology; and d) other aspects in forms of cardinal direction, position, measure, and number; and (3) by referring to the toponymy categorization, social and cultural aspects found as a triggering factor of toponymy of villages in Malang City and Malang Regency were: a) folklores; b) people’s expectation and hope; c) politeness; d) colonization; and e) natural conditions.

Kata Kunci : toponimi, bentuk kebahasaan, makna, aspek sosial budaya, Malang

  1. S2-2018-389018-abstract.pdf  
  2. S2-2018-389018-bibliography.pdf  
  3. S2-2018-389018-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2018-389018-title.pdf