EFISIENSI PASAR MODAL : PERBANDINGAN PADA DUA PERIODE YANG BERBEDA DALAM PASAR MODAL INDONESIA
H. Herman Legowo (Adv : Dr H. Mas'ud Machfoedz, MBA), Dr H. Mas'ud Machfoedz, MBA
Ada tiga bentuk efisiensi pasar modal, yaitu: (1) efisiensi bentuk lemah, adalah keadaan pasar modal yang harga-harga sahamnya mencerminkan dengan cepat dan tepat informasi masa lalu; (2) efisiensi bentuk setengah kuat, adalah keadaan pasar modal yang harga-harga sahamnya mencerminkan informasi masa lalu dan informasi yang dipublikasikan; dan (3) efisiensi bentuk kuat, adalah keadaan pasar modal yang harga-harga sahamnya mencerminkan informasi masa lalu, informasi yang dipublikasikan, dan informasi yang belum dipublikasikan (informasi pribadi).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah harga 4 sekarang atas saham mencerminkan sepenuhnya informasi masa lampau (hipotesis pasar modal efisien bentuk lemah). Ini berarti bila seseorang berdagang saham dengan menggunakan informasi masa lalu, tidak akan memperoleh hasil di atas normal. Di samping itu, penelitian ini menguji anggapan bahwa efisiensi pasar modal dalam keadaan bullish dan ketika pasar modal dalam keadaan normal adalah berbeda. Penelitian ini diperlukan dengan alasan jika harga saham tidak sepenuhnya mencerminkan dengan cepat dan tepat seluruh informasi relevan yang tersedia, maka harga saham dapat menyesatkan untuk membuat keputusan ekonomi.
Observasi penelitian ini difokuskan pada harga saham bulanan (kurs akhir bulan) untuk 23 perusahaan yang go public sebelum Januari 1989. Adapun periode observasi dalam penelitian ini, yaitu tahun 1989 dan 1992. Periode tahun 1989 adalah periode di mana pasar modal dalam keadaan bullish, sedangkan periode tahun 1992 adalah periode di mana pasar modal mencapai keadaan normal.
Hipotesis penelitian yang diajukan adalah: (1) Bursa Efek Jakarta efisien, dan (2) Efisiensi Bursa Efek Jakarta pada saat kondisi bullish dan pada saat kondisi normal adalah berbeda. Untuk menguji hipotesis pertama dipergunakan probvalue yang didasarkan pada hasil perhitungan tes randomnes dan tes korelasi seri. Tes randomnes digunakan karena salah satu dari sifat pasar modal yang efisien adalah bahwa harga saham berubah secara acak, sedangkan tes korelasi seri dihubungkan dengan sifat lain dari pasar modal yang efisien, yaitu bahwa perubahan harga saham tidak mempunyai korelasi. Sedangkan untuk menguji hipotesis kedua dipergunakan uji statistic nonparametrik, yaitu uji jenjang bertanda Wilcaxon Dari hasil tes randomnes mendukung hipotesis pertama tidak dapat ditolak. Demikian pula dari hasil tes korelasi seri hipotesis penelitian tidak dapat ditolak. Dengan demikian, Bursa Efek Jakarta efisien dalam bentuk lemah, baik pada saat kondisi bullish maupun pada saat kondisi normal. Dengan kata lain, apabila sampel representatif terhadap populasi, maka efisiensi pasar modal bentuk lemah periode 1989 dan 1992 valid di Indonesia.
Sedangkan dari hasil uji jenjang bertanda Wilcoxon mendukung hipotesis kedua tidak dapat ditolak. Dengan kata lain, bahwa efisiensi pasar modal -- bentuk lemah -- pada saat kondisi bullish dan pada saat kondisi pasar modal mencapai keadaan normal adalah berbeda.
Hasil penelitian ini hanya berlaku untuk periode observasi 1989 dan 1992 serta terbatas pada asumsi dan data yang digunakan. Apabila data yang digunakan adalah data harian atau mingguan meskipun periode observasi, asumsi, dan model yang digunakan sama dengan penelitian ini, maka hasil penelitian akan berbeda. Adapun data yang digunakan data sekunder yang bersifat bulanan yang diperoleh dari harga saham pada akhir bulan.
Kata Kunci : Pasar Modal, Indonesia