Laporkan Masalah

EKSPRESI VOLUNTERSISME POLITIK Studi Teman Ahok DI Pilkada DKI Jakarta 2017

IRADHAD TAQWA SIHIDI, RB. Abdul Gafar Karim, S.IP,.MA

2017 | Tesis | S2 Politik dan Pemerintahan

Penelitian tesis ini menggunakan metode studi kasus dengan memakai pendekatan kualitatif. Dalam hal penggalian data penelitian, penelitian ini menggunakan metode kombinasi yakni dokumentasi tertulis dan wawancara mendalam (in-depth interview). Tulisan ini menganalisa ekspresi volunterisme politik Teman Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Dengan menggunakan kerangka konsep volunterisme politik yang merupakan bangian dari partisipasi politik warga negara dalam proses demokrasi elektoral tulisan ini berpendapat bahwa : volunterisme Teman Ahok muncul dalam memobilisasi dukungan KTP disebabkan kekhawatiran atas kemungkinan dukungan Partai Politik yang minim dalam pencalonan BTP di Pilkada DKI 2017. Fakta politik bahwa BTP dalam beberapa kesempatan terlibat konfrontasi terbuka dengan mayoritas fraksi (partai politik) di DPRD DKI, memperkuat asumsi tersebut. Maka, diperlukan sebuah gerakan sipil yang dinisiasi dan digerakan kaum muda berwatak volunterisme dengan bertujuan menyediakan kendaraan alternatif berupa jalur independen. Dengan berpijak pada figur populisme BTP sebagai dasar ideologis, Teman Ahok bergerak dalam melakukan kerja-kerja politik partisipatif (sosialisasi dan kampanye) dengan dominan memanfaatkan wahana media sosial. Temuan data dilapangan menunjukan beberapa hal penting dan menarik terkait dimensi dari ekspresi volunterisme politik Teman Ahok. Pertama, dalam membiayai operasional organisasi dan membantu kandidat, Teman Ahok menghimpun dana publik melalui partisipasi warga dalam pembelian marchendise, Gala Dinner, dan Teman Ahok Fair. Dana tersebut digunakan salah satunya untuk membiayai honor relawan. Teman Ahok paham bahwa mustahil menggerakan relawan dalam tuntutan politik yang tinggi tanpa imbalan yang memadai. Sebab itulah mereka (tidak semua) diberikan honor selain sebagai pengganti biaya operasional juga sebagai apresasi atas kegigihan relawan dalam menjalankan fungsinya. Kondisi inilah yang memungkinkan munculnya penumpang gelap yakni relawan yang memanfaatkan Teman Ahok demi keuntungan jangka pendek dengan menghalalkan segala cara. Disisi lain janji untuk melakukan transparansi keuangan tidak berlangsung konsisten. Hal ini jelas menimbulkan kecurigaan banyak pihak sebab dana yang dikelola Teman Ahok sangatlah besar. Kedua, sebagai bentuk penyesuaian diri atas eskalasi politik di DKI Jakarta yang bergerak sangat dinamis dan cepat, Teman Ahok merubah orientasi kerja dari relawan pengumpul KTP menjadi relawan pemenangan. Hal ini sebagai konsekuensi politik atas pilihan BTP yang memutuskan menggunakan jalur partai politik dalam pencalonanya. Meskipun demikian sebetulnya dari awal kerja-kerja politik yang dilakukan sangat identik dengan konsultan politik dengan kini berfokus kepada masyarakat sebagai obyek. Ketiga, dalam melakukan kampanye politik tentang BTP khususnya lewat media sosial, identitas Teman Ahok sebagai relawan pemenangan sangat terlihat. Mereka bekerja layaknya buzzer politik yang totalitas mendukung kandidatnya dan pada saat bersamaan menyerang kandidat lain. Dalam membangun kesan positif kandidanya mereka melakukanya secara obyektif dan juga manipulatif. Sedangkan dalam menyerang kandidat lain tidak jarang mereka melakukan kampanye hitam dan juga kampanye negatif. Pada akhirnya penelitian ini dapat ditarik kesimpulan secara teortis bahwa Teman Ahok tidak memenuhi derajat penuh sebagai gerakan volunterisme sebab ada dua sisi ekstrem yang menjadi entitasnya yakni yang bekerja sukarela dan tidak sukarela. Di sisi lain, aktivisme politik volunterisme yang ditunjukan Teman Ahok masih menyisakan problematika serius. Belum mencerminkan karakter ideal sebagai salah satu gerakan perbaikan dalam proses demokrasi khususnya dalam hal transparansi dan akuntabilitas keuangan. Kata Kunci : volunterisme politik, motif politik, ekspresi politik

ABSTRACT This article employs case study method through qualitative approach. In collecting the data, this article uses the combination of written documentation and in-depth interviews. Moreover, it aims to analyze the expression of political volunteerism of Teman Ahok in DKI Jakarta election in 2017. By using the framework of political volunteerism concept which is part of the political participation of citizens in democratic elektoral process, this article argues that: volunteerism of Teman Ahok appears in mobilizing the support of resident identity card due to fears over the possibility of a minimal political party support in the candidacy of BTP in DKI Jakarta's election in 2017. The political fact shows that BTP involved open confrontation with the majority faction (political party) in several occasions in the Regional Representative Council of DKI, reinforces this assumption. As a result, there is a need a civil movement which is initiated and mobilized by volunteer-minded youth to provide alternative way as an independent. Based on the populist figure of BTP as the ideological basis, Teman Ahok engaged in conducting participatory political work (socialization and campaign) with predominantly utilize social media. The findings show some significant and interesting things related to the dimension of the expression of political volunteerism of Teman Ahok. First, in funding the organizations operational and assisting candidates, Teman Ahok raise public funds through citizen participation in the purchase of the marchendise, Gala Dinner, and Teman Ahok Fair. The funds are used to give the volunteer an honorarium. Teman Ahok understands that it is impossible to mobilize volunteers in high political demands without adequate rewards. That is why they (not all) are given honorariums in addition to substitute their operational costs as well as an appreciation for the persistence of volunteers in carrying out its functions. This condition allows the emergence of illegal passengers, in example, volunteers who use Teman Ahok for their short-term profit by justifying any means. On the other hand the promise of financial transparency is not consistent. This clearly raises the suspicion of many parties because the funds run by Teman Ahok are very big. Secondly, as a form of adjustment to the political escalation in DKI Jakarta which is moving very dynamic and fast, Teman Ahok changed the work orientation from volunteer of collecting id card into volunteer of winning. This is a political consequence of BTP choice which decides to use the political party for his candidacy. Nevertheless, in fact from the very beginning political work is done very identical with the political consultant by focusing on the community as an object now. Third, in conducting political campaigns of BTP through social media, the identity of Teman Ahok as a volunteer winner is very firm. They work like a political buzzer whose totality supports his candidate and at the same time attacking other candidates. In constructing a positive impression of the candidate they do it objectively and manipulatively. While in attacking other candidates sometimes they conduct a black campaign and also a negative campaign. Therefore, by this research, it can be concluded that Teman Ahok did not fulfill the full degree of volunteerism because there are two extremes to which they are volunteer and involuntary entities. On the other hand, the volunteer political activism shown by Teman Ahok still leaves serious problems. It does not reflect the ideal character as one of the movement improvements in the democratic process especially in terms of transparency and financial accountability. Keywords : political volunteerism, political motive, political expression

Kata Kunci : volunterisme politik, motif politik, ekspresi politik, political volunteerism, political motive, political expression,

  1. S2-2017-388936-abstract.pdf  
  2. S2-2017-388936-bibliography.pdf  
  3. S2-2017-388936-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2017-388936-title.pdf