Laporkan Masalah

Konflik Elit dan Kekerasan Arus Bawah: Pergolakan Politik 1965 di Banyuwangi

HANIF RISA MUSTAFA, Dr. Sri Margana, M.Phil.

2015 | Tesis | S2 Ilmu Sejarah

Kekerasan arus bawah dalam pergolakan 1965 memberikan pengaruh sosio-psikologis dan memori sosial politik yang kuat dalam masyarakat Banyuwangi. Terdapat beberapa karya musik Banyuwangi yang mencoba merekam peristiwa pergolakan 1965, seperti lagu tetese eluh karya Yons DD yang menggambarkan kesedihan akibat tindakan kekerasan yang terjadi. Sampai saat ini pengaruh dari kekerasan arus bawah mewariskan stigma kiri yang belum pudar dalam masyarakat Banyuwangi. Studi ini mengkaji secara historis kekerasan arus bawah dan warisannya pada masa pergolakan 1965 di Banyuwangi. Pembahasan difokuskan pada dua hal pokok, yaitu kekerasan dan stigma. Pertanyaan pokok penelitian ini ialah mengapa kekerasan arus bawah dalam pergolakan politik 1965 di Banyuwangi terjadi. Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan tersebut, maka menggunakan metode sejarah. Sumber yang digunakan meliputi surat kabar, foto, dan telaah refrensi yang dipadukan dengan wawancara lisan. Temuan pada tesis ini bahwa kekerasan arus bawah (1) adalah produk elit politik lokal Banyuwangi, (2) membentuk masyarakat marjinal di Banyuwangi. Tesis ini menyimpulkan bahwa kekerasan arus bawah merupakan kekerasan terhadap kaum komunis karena adanya kepentingan politik jangka panjang NU dan Militer. Untuk mempertahankan kepentingan ini diciptakan stigma terhadap pengikut komunis dalam bentuk monumen.

The violence of 1965 upheaval inherited social-psychology impact and traumatic memory among the Banyuwangi people. There are few musical works by Banyuwangi’s musician, who tried to re-enacht the events of 1965, such as Tetese Eluh by Yons DD. This song describes about the misery of violence. Until this time the violence have bequeathed stigma for some of people Banyuwangi. This study examines the history of 1965 violence in the grassroots level and its legacy in Banyuwangi. The discussion is focused on two principal aspcets, namely violence and stigmatization. The main questions of this research is why violence of the grassroots occured during the 1965 upheaval in Banyuwangi. This study applied a historical method by the tracing of the exiting primary and secondary sources, as dailynews, photograph, review of relevant references, and oral sources. The main finding of this study are; Firstly, violence of 1965 in Banyuwangi was the product of the local conflict between elites in Banyuwangi. Secondly, the violence also created marginalized community. This study concludes that the violence of the grassroots was experienced by the communists proponents in Banyuwangi as a result of a long-term political conflict and interests of NU and the military. To prolong their political interests, NU and the military created stigma towards communist adherents in form of monuments.

Kata Kunci : Kekerasan, Pergolakan 1965, Banyuwangi, Stigma/ Violence, 1965 Upheaval, Banyuwangi, Stigma