Laporkan Masalah

Pulang ke Bali Kecil : Migrasi spontan di Dusun Pematu, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah

ANINDITA DYAH P. R., Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A.

2015 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Sejak tahun 1960-an, Pulau Sulawesi menjadi salah satu pulau penerima dalam program transmigrasi. Parigi Moutong adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah dengan banyak jumlah transmigran serta dikenal sebagai lumbung padi Sulawesi Tengah. Transmigran yang dipindahkan berasal dari Pulau Jawa, Bali dan Madura. Sepanjang perjalanan untuk menuju ke kabupaten ini akan disuguhi pemandangan hamparan sawah serta desa-desa yang kental dengan nuansa Pulau Bali. Penduduk yang kini mendiami Dusun Pematu adalah migran dari daerah transmigrasi di Mayoa, Kabupaten Poso. Kepindahan tersebut karena ketidakpuasan terhadap tanah yang diberikan pemerintah. Hasil pertanian dianggap tidak mampu untuk memperbaiki hidup masyakarakat transmigran di wilayah ini. Tidak sedikit transmigran yang kemudian menyerah, tetapi tidak sedikit juga yang mengambil keputusan untuk menyebar ke berbagai wilayah di Kabupaten Parigi Moutong. Penelitian dilakukan selama dua bulan pada bulan Februari hingga Maret 2012 di Dusun Pematu, Desa Maleali, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Informan dalam tulisan ini adalah transmigran dari Bali yang ikut dalam program transmigrasi dan menempati daerah Mayoa namun kemudian meninggalkan tanah transmigrasinya untuk menetap di Dusun Pematu ini. Tulisan ini akan membahas mengenai kesulitan yang dihadapi transmigran pada saat mendiami daerah transmigrasi hingga kemudian menjadikan migrasi sebagai jalan keluar atas kesulitan yang dihadapi. Terdapat kurang lebih 60 Kepala Keluarga yang bermigrasi secara spontan ke Dusun Pematu. Meskipun wilayah dusun berbukit namun tidak menyurutkan niat transmigran Bali dari Mayoa untuk menempati wilayah ini. Migrasi ke Dusun Pematu dilakukan secara berantai. Migrasi yang dilakukan ini didasari oleh keinginan untuk mendapatkan tanah dengan kadar kesuburan yang lebih baik yang masih belum diolah. Untuk mampu bertahan di wilayah yang baru, para migran dari Bali ini memutuskan untuk hidup secara berkelompok. Keputusan untuk hidup secara berkelompok diambil agar dapat melalui hari-hari sulit pada masa awal penanaman. Disamping itu transmigran Bali yang hidup secara berkelompok berkaitan pula dengan kegiatan sosial yang mengikat anggotanya.

Since 1960's Sulawesi island has become a recipient for transmigration program. Parigi Moutong is one of the districts in Central Sulawesi with the most trans-migrants and is known as the rice granary of Central Sulawesi. Trans-migrants who have settled come from Java, Bali and Madura. The way to this district is full of the scenery of rice field and villages that have a Balinese nuance. The inhabitants of Dusun Pematu are migrants from Mayoa, Poso District. They migrated because they were unsatisfied with the land that they were appointed to. The agricultural produce could not give a better living for the trans-migrant society in this area. Many trans-migrants chose to return to the homeland, but many also decided to migrate to the Parigi Moutong District. This research was done in two months from February to March 2012 in Dusun Pematu , Maleali Village, Sausu Sub-district, Parigi Moutong District, Central Sulawesi. The informants in this paper are Balinese trans-migrants who joined the transmigration program and settled in Mayoa but then decided to leave their transmigration area and live in Dusun Pematu. This paper discusses about the difficulties that are faced by trans-migrants when they lived in the transmigration area until they chose migration as a solution for their problems. About 60 families (Kepala Keluarga) chose to do spontaneous migration in this village. Although the area in this Village is hilly they did not intend to settle here, so they did chain migration. This migration was based on their desire to acquire land that was more fertile to be cultivated. To survive in this new area, Balinese trans-migrants chose to live as a group, to face the hard days during early cultivation. Aside from that, the decision for Balinese trans-migrants to live as a community is related to social activities that bind its members.

Kata Kunci : Coklat, Migrasi, Transmigrasi, Bali

  1. S1-2015-268014-abstract.pdf  
  2. S1-2015-268014-bibliography.pdf  
  3. S1-2015-268014-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2015-268014-title.pdf