Laporkan Masalah

KETIKA WARIA MENJADI SANTRI DI PONDOK PESANTREN WARIA AL-FATAH JAGALAN, KOTAGEDE, YOGYAKARTA Studi Kasus Empat Santri Waria di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah

MOHAMMAD RIFAN ADITYA D.R, Dr. Anna Marie Wattie, M.A.

2014 | Skripsi | S1 ANTROPOLOGI BUDAYA

Santri waria merupakan sebuah fenomena menarik khususnya dalam kelompok waria. Waria di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah di Kotagede dapat beribadah, seperti salat, zikir dan mengaji dengan leluasa. Stigma negatif yang menyertainya, seperti pekerja seks, penyakit menular seksual, serta penampilan yang menor tetap ada di mata masyarakat bahkan tindak kekerasan tak jarang diterima para waria. Inilah yang menjadi alasan saya untuk melakukan penelitian terhadap santri waria di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses para waria menjadi santri di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah di Kotagede dan mengetahui bagaimana performance para santri waria dalam lingkungan sosial maupun keagamaan. Penelitian ini menggunakan gagasan tentang waria yang dikemukakan oleh Tom Boellstorff (2003, 2004, 2005). Boellstorff memberikan konsep playback (2004) yang mampu menjelaskan performance santri waria melalui posisi subyek (jiwa) dan subyektivitas (jati diri) waria. Playback sering dipakai untuk menunjuk performance seorang waria dalam mensejajarkan tubuh dengan jiwa wanitanya. Penelitian ini memilih 4 santri waria untuk menjadi studi kasus dengan beberapa pertimbangan. Mereka adalah Eva (pekerja seks), Keyla (karyawan make up), Shinta (wirausaha), dan YS (relawan LSM). Proses waria menjadi santri memperlihatkan sebuah alur performance waria dalam konteks lingkungan sosial dan agama. Latar belakang keluarga serta lingkungan sekitar santri waria ikut berpengaruh dalam memainkan kembali (playback) pemahaman atas elemen pondok pesantren dan santri dalam dunia Islam. Perbedaan gagasan santri waria memperlihatkan 3 peran yang berusaha ditampilkan yaitu sebagai sutradara, motivator, dan santri biasa. Proses waria menjadi santri dan performativitasnya sebagai santri waria merupakan upaya untuk menjadi waria muslim.

Santri waria is an interesting phenomenon particularly in transvestites. Transvestite in Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Kotagede freely can pray (salat, zikir and mengaji). Negative stigma which attached to them, such as sex workers and sexually transmitted diseases still remain in the public even violence often received by transvestites. This is the reason for me to do research santri waria in Pondok Pesantren Waria Al-Fatah. The purpose of this research is to determine the transvestites being santri in Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Kotagede Yogykarta and find out how the performance of santri waria in the social and religious. This research uses the idea of transvestite which expressed by Tom Boellstorff (2003, 2004, 2005). Boellstorff provide playback concept (2004) were able to explain the performance santri waria through the subject position (soul) and subjectivity (self-conception) transvestite. Playback is often used to refer to a performance of waria in aligning the mens body with the female soul. This research chose four santri waria to become a case study with some considerations. They are Eva (sex workers), Nur (employee make-up), Shinta (entrepreneurship), and YS (volunteer NGO). The process of waria becoming santri showed a flow paths performance of waria in social and religious contexts. Santri warias family background and society take effect in playback an understanding of pondok pesantren and santri in Islam. Different ideas from santri waria are showing 3 roles which they trying to show, that as a director, motivator, and santri. The process of waria becoming santri and the performativity as santri waria is an attempt to be muslim transvestites.

Kata Kunci : santri waria, performance, Pondok Pesantren Waria Al-Fatah


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.