Laporkan Masalah

PESANTREN WARIA DAN KONSTRUKSI IDENTITAS (STUDI TENTANG WARIA DALAM MEMBANGUN IDENTITASNYA MELALUI PESANTREN WARIA AL-FATTAH NOTOYUDAN, DIY)

UMI LATIEFAH, Prof. Dr. Heru Nugroho, SU.

2013 | Skripsi | Sosiologi

Kehadiran waria dalam kehidupan sehari – hari tidak dapat ditolak eksistensinya. Waria dianggap sebagai penyimpangan karena tidak sesuai dengan nilai - nilai yang telah dikonstruksikan oleh masyarakat. Berdasarkan jenis kelamin yang berlaku di masyarakat hanya ada laki – laki dan perempuan. Masyarakatpun memberikan peranannya masing – masing sesuai dengan jenis kelaminnya. Waria dianggap menyimpang karena tidak adanya kesesuaian antara peran dengan jenis kelaminnya sehingga waria menjadi obyek yang mendapat perlakuan diksriminatif dan menempatkannya dalam posisi subaltern. Waria oleh masyarakat dianggap negatif imagenya karena identik dengan dunia malam, porstitusi dan keglamoran. Wariapun ingin diakui identitasnya dan keberadaannya dalam masyarakat. Oleh itu waria melakukan usaha untuk melawan mainstream masyarakat tentang dirinya yang dianggap negatif. Waria yang secara substansi agama sebagai pelanggar kodrat justru menghadirkan pesantren khusus waria untuk merekonstruksi identitas baru. Pesantren sebagai alat untuk merekonstruksi identitas baru yang bisa menepis stigma – stigma negatif tentang waria sehingga keberadaan waria bisa diakui oleh masyarakat. Dalam penelitian ini peneliti merumuskan permasalahan yang menjadi fokus penelitian yaitu bagaiamana waria memandang serta dipandang dirinya dan identitasnya dalam masyarakat dan bagaimana proses kontruksi identitas waria dipesantren terbentuk. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subaltern (Gayatry Spivak) dan teori identitas yang meliputi konsep cermin diri (Looking Glass Self) dari Cooley, konsep identitas Giddens dan Hall.Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini mengungkap bagaimana waria melihat dirinya melalui masyarakat. Pada realitanya masih ada waria yang mendapatkan perlakuan yang diskriminatif karena identitasnya dipandang masyarakat sebagai penyimpangan. Akan tetapi sekarang ini masyarakat sudah mulai terbuka dan menerima waria karena melihat dari individunya bukan dari identitasnya sedangkan identitasnya sebagai waria tersebut oleh sebagian besar masyarakat belum bisa diterima. Pesantren merupakan tempat untuk merekonstruksi identitas baru bagi waria dan dalam pembentukan identitas faktor ekonomi menjadi faktor penentu. Keberadaan pesantren khusus waria berhasil merekonstruksi identitas bagi waria yang mapan secara ekonomi sedangkan bagi waria yang secara ekonomi belum mapan tidak berhasil merekonstruksi identitas baru karena kurangnya kesadaran untuk merekonstruksi identitas baru melalui pesantren dan disisi lain tuntutan ekonomi harus mereka penuhi.

-

Kata Kunci : waria, subaltern, identitas, pesantren


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.