MODEL PEMBERDAYAAN SEKEHA TRUNA TRUNI (STT) DALAM PENGEMBANGAN MEDIA KESENIAN TRADISIONAL UNTUK MENURUNKAN INTENSI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA DI KABUPATEN GIANYAR PROVINSI BALI
NI PUTU WIDARINI, Prof. dr. Ova Emilia, M.M.Ed., Sp.OG(K), Ph.D.; dr Fatwasari Tetra Dewi, MPH, Ph.D
2019 | Disertasi | DOKTOR ILMU KEDOKTERAN DAN KESEHATANPromosi kesehatan reproduksi pada remaja selama ini lebih banyak dilakukan di lingkungan formal dan berbasis sekolah. Sekeha Truna Truni (STT) atau karang taruna sebagai salah satu organisasi nonformal tradisional perlu untuk dijadikan sebagai sasaran dalam promosi kesehatan reproduksi. Di Bali terdapat banyak potensi kearifan lokal yang dapat dijadikan pembelajaran kesehatan reproduksi, salah satunya dengan memanfaatkan media kesenian tradisional. Pendidikan seks pada remaja masih dianggap tabu untuk dibicarakan di masyarakat. Kesenian tradisional sebagai media sosialisasi yang komunikatif dan informatif berisi pesan bermakna, diharapkan remaja mendapat pemahaman yang baik tentang kesehatan reproduksi, sehingga menjadi remaja yang sehat dan berkualitas. Penelitian ini untuk mengetahui model pemberdayaan peer STT dalam pengembangan media kesenian tradisional sebagai promosi kesehatan reproduksi untuk menurunkan intensi seks pranikah remaja. Penelitian terbagi dalam tiga tahap. Tahap satu merupakan tahap pertama dari pemberdayaan yaitu tahap penyadaran dari situasi atau masalah. Tahap kedua merupakan tahap pemberdayaan untuk pengkapasitasan yaitu proses transformasi pengetahuan dan keterampilan peer STT membuat media kesenian tradisional. Penelitian tahap tiga merupakan implementasi dan evaluasi hasil pemberdayaan peer STT berupa media kesenian tradisional yang dipentaskan oleh peer STT di hadapan penonton remaja. Rancangan penelitian ini menggunakan kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan participatory action research (PAR). Kegiatan penelitian di tahap satu adalah FGD dan wawancara mendalam, hasilnya untuk mengeksplorasi permasalahan seks dan kehamilan pranikah remaja yang berguna untuk merumuskan pesan kespro dan need assesment media yang dipilih adalah kesenian dramaturgi. Kegiatan di tahap kedua adalah pelatihan kespro, workshop media kesenian tradisional dan pelatihan pementasan. Kegiatan di tahap ketiga adalah pementasan kesenian dramaturgi yang berjudul Tanggeh dan evaluasi kegiatan. Evaluasi terhadap hasil pementasan dilakukan secara kualitatif melalui FGD oleh pemain drama atau peer STT, penonton remaja, masyarakat umum, fasilitator kespro dan seni. Hasil yang diperoleh untuk perbaikan dan umpan balik kegiatan. Evaluasi secara kuantitatif dilakukan oleh pemain drama dan penonton remaja. Hasil yang didapatkan adalah terjadi perubahan pengetahuan, sikap dan intensi seks pranikah pada peer STT sebagai pemain drama sebelum dan setelah pemberdayaan. Untuk penonton remaja, adanya peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan, sikap dan norma subjektif serta adanya penurunan intensi seks pranikah remaja setelah pementasan ( p value < 0,05). Model pemberdayaan peer STT dalam pengembangan media kesenian tradisional mampu berjalan dan menurunkan intensi seks pranikah remaja.
Promotion of reproductive health in adolescents has been carried out more frequently in formal and school-based environments. Sekeha Truna Truni (STT) or cadets as one of the traditional non-formal organizations needs to be targeted in the promotion of reproductive health. There are many potential local wisdoms in Bali that can be used as learning technique for reproductive health education, one of them is by utilizing traditional arts media. Sex education in adolescents is still considered taboo to be discussed in our community. Traditional art as a communicative and informative socialization media containing meaningful messages, it is expected that adolescents will get a good understanding of reproductive health so that they become healthy adolescents with good quality of health. This research is to find out the model of STT peer empowerment in the development of traditional arts media as a reproductive health promotion to reduce adolescent premarital sex intention. The study was divided into three stages. Stage one is the first stage of empowerment, namely the awareness stage of the situation or problem. The second stage is the empowerment phase for capacity building, namely the transformation process of the knowledge and skills of the STT peer to create traditional arts media. The third stage of the study was the implementation and evaluation of the results of STT peer empowerment in the form of traditional arts media staged by STT peers in front of a teenager audience. The design of this study used qualitative and quantitative with participatory action research (PAR) approaches. The first research activities phase were FGD and in- depth interviews, the results of which were to used to explore teenage sex and premarital pregnancy problems that were useful for formulating messages of reproductive health and the need for selected media assessment, namely dramaturgy art. The second activities phase are reproductive health training, traditional art media workshops and stage training. The third activity phase was the performance of dramaturgy art entitled, "Tanggeh" and the evaluation of the activities. Evaluation of the results of the performances was carried out qualitatively through FGDs by drama players or STT peers, youth audiences, the general public, reproductive health and arts facilitators. Improvement results and feedback obtained on activities. Quantitative evaluations are carried out by drama players and teenagers. The results showed that there was a change in knowledge, attitudes and premarital sex intentions on STT peer as a drama player before and after empowerment. There was a significant increase in knowledge, attitudes and subjective norms as well as a decrease in adolescent premarital sex intention after staging perfomance in adolescent audiences (p value < 0.05). The STT peer empowerment model in the development of traditional art media is able to work and reduce premarital sex intentions of adolescents.
Kata Kunci : promosi kesehatan reproduksi, kesenian tradisional, intensi seks pranikah, pemberdayaan, remaja, promotion of reproductive health, traditional arts, premarital sex intentions, empowerment, adolescents