Laporkan Masalah

Gerakan Sosial Baru di Dunia Siber. Etnografi Online Media Sosial dalam Akun Twitter dan Halaman Facebook Gerakan Jogja Darurat Agraria

ADEPINA CINDY PRASTIKA, R Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si.

2017 | Skripsi | S1 SOSIOLOGI

Yogyakarta merupakan provinsi di Indonesia yang mendapat predikat daerah istimewa dikarenakan sisi historis struktur kedaerahannya sejak masa Mataram Islam hingga Kesultanan Yogyakarta mulai terbentuk. Salah satu implikasi dari hal tersebut ialah keistimewaan dalam menentukan peraturan daerah. Pertanahan atau agraria merupakan salah satu subyek yang berhak diatur oleh pemerintah DIY secara otonom. Peresmian Undang-undang Keistimewaan (UUK) pada tahun 2012 lalu, melegitimasi Kesultanan dan Pakualaman sebagai badan hukum sehingga berhak menjadi subjek kepemilikan tanah yang sah secara hukum. Sejak disahkannya UUK, muncul berbagai konflik agraria di DIY antara masyarakat DIY dengan pemerintah yang mengklaim tanah-tanah yang didiami warga sebagai Sultanaat Grond atau Pakualamanaat Grond. Beberapa konflik yang terjadi akibat klaim tersebut antara lain rencana pembangunan New Yogyakarta International Airport dan konflik tambang pasir besi di Kulonprogo, serta restorasi Gumuk Pasir Parangkusumo. Jogja Darurat Agraria muncul sebagai sebuah gerakan sosial atas prakarsa pegiat, aktivis, dan masyarakat yang dilatarbelakangi kekhawatiran akan dampak konflik yang tidak mensejahterahkan rakyat dan cenderung memihak korporasi. Penelitian ini berupaya mengamati geliat Jogja Darurat Agraria sebagai komunitas yang mengupayakan gerakan sosial terutama dalam ranah media sosial. Etnografi online dipilih sebagai metode penelitian dengan observasi langsung untuk teknik pengumpulan datanya. Dari seluruh rangkaian observasi yang dilakukan, didapat kesimpulan bahwa gerakan Jogja Darurat Agraria berupaya memberikan informasi yang mudah diakses berkenaan dengan konflik agraria di DIY. Usia gerakan di media sosial yang relatif masih baru menyebabkan pergerakannya belum cukup masif sementara beberapa kasus telah mendekati tenggat waktu rencana penggusuran yang telah ditentukan. Posisi gerakan yang berada di pihak masyarakat terdampak menjadi tampak inferior karena menghadapi konflik dengan pemerintah dan korporasi yang posisinya lebih kuat dan terstruktur.

Yogyakarta is a province that is renowned for being a special region due to its historical regional structure since Islamic Mataram Era up to the establishment of Sultanate of Yogyakarta. One of the implication of that had been the Regional Regulations, for example in agrarian regulations � an authorized sector to be regulated by the regional government autonomously. The implementation of Law of Speciality (UUK) on 2012 had legitimized the Sultanate and Pakualaman as a legal subject, to have land ownerships legally. Since then, various agrarian dispute had erupted in the region, which the people and the government conflicted upon what is known as �Sultanate Ground� or �Pakualaman Ground�. Several cases of agrarian dispute in Yogyakarta were the New Yogyakarta International Airport and iron ore mining in Kulon Progo, and Parang Kusumo Sand Dunes Restoration. In the light of those disputes, Jogja Darurat Agraria (Jogja Agrarian Emergency) came as a social movement based upon initiation of activists and the people that were concerned upon the possible impacts of conflicts or disputes that are not giving welfare to the people, but tend to be more �pro� on the corporates. With that, this research is aiming to seek out and observe the movement of Jogja Darurat Agraria as a community who work on its cause through social medias. To work on that, online ethnograpy had been selected as the methodology of resarch, with direct-involvement in observation as the data-gathering method. From all of the observation, it could be concluded that Jogja Darurat Agraria tried to sound out an easy-access information in regards of agrarian conflict in Yogyakarta. This relatively young movement had caused the progress of the cause had not yet been massive while several cases of disputes had nearly reached the deadlines of eviction. This movement had seemed to be inferior for being unable to challenge the government and corporates within the context of dispute due to being smaller in terms of power and structures.

Kata Kunci : Gerakan sosial, Media Sosial, Etnografi online, Agraria

  1. S1-2017-286979-abstract.pdf  
  2. S1-2017-286979-bibliography.pdf  
  3. S1-2017-286979-tableofcontent.pdf  
  4. S1-2017-286979-title.pdf